Keperawatan

selamat datang diblog saya semoga bermanfaat
divine-music.info
divine-music.info

divine-music.info

Sabtu, 23 Agustus 2014

Laporan pendahuluan Apendisitis



A. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermi vormis, dan merupakan penyebab abdomen akut (Mansjoer Arif, 2000). Sedangkan menurut (Smeltzer, 2002), Apendisitis merupakan inflamasi apendiks yaitu suatu bagian seperti kantung yang non fungsional dan terletak di bagian inferior seikum. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
Adapun pengertian Apendisitis yang lainnya adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kuadran kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir (
http://www.google.com).
Jadi, kesimpulan dari apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermi formis atau peradangan infeksi pada usus buntu (apendiks) yang terletak di perut kuadran kanan bawah.
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer,2000).
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Apendiksitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston, 1995).
Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Appendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inchi), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal (Smeltzer, Suzanne, C., 2001).
Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000).
 Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Smeltzer Suzanne, C., 2001).
2.Patofisiologi
Penyebab utama appendisitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh hiperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab terbanyak, adanya fekalit dalam lumen appendiks.  Adanya benda asing seperti cacing, stiktura karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, sebab lain misalnya keganasan (karsinoma karsinoid).
Massa/Tinja/Benda Asing
Obstruksi lumen apendiks
Peradangan
Sekresi mukus tidak dapat keluar
Pembengkakan jaringan limfoid
Peregangan apendiks
Tekanan intra-luminal ↑
Suplai darah terganggu
Hipoksia jaringan
Nyeri

Obstruksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral.  Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses.  Pada anak – anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat.  Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis (Junaidi ; 1982). 

3.Etiologi
1.   Ulserasi pada mukosa
2.   Obstruksi pada colon oleh fecalit (faeses yang keras)
3.   Pemberian barium
4.   Berbagai macam penyakit cacing
5.   Tumor
6.   Striktur karena fibrosis pada dinding usus



4.Pemeriksaan diagnostik
  1. Jumlah leukosit lebih tinggi dari 10.000 /mm3, normalnya 5.000-10.000/mm3
  2. Jumlah netrofil lebih tinggi dari 75%
  3. Pemeriksaan urin rutin, urinalisis normal, tetapi eritrosit atau lekosit mungkin ada.
  4. Pemeriksaan photo sinar x tidak tampak kelainan yang spesifik
Pemeriksaan menurut Betz(2002), Catzel(1995), Hartman(1994), antara lain :
  1. Anamnesa
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah :
    • Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
    • Muntah oleh karena nyeri viseral.
    • Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
    • Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
  1. Pemeriksaan Radiologi
    Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
  2. Laboratorium
    Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih dari 13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri. Pemeriksaan urin : sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.

A. Pengkajian
Pengkajian menurut Wong (2003), Doenges (1999), Catzel (1995), Betz (2002), antara lain :
  1. Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :
    • Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
    • Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien sekarang ditanyakan kepada orang tua.
    • Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
    • Kebiasaan eliminasi.
  1. Pemeriksaan Fisik
    • Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
    • Sirkulasi : Takikardia.
    • Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
    • Aktivitas/istirahat : Malaise.
    • Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
    • Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
    • Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
    • Demam lebih dari 380C.
    • Data psikologis klien nampak gelisah.
    • Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
    • Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
    • Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
  2. Pemeriksaan Penunjang
    • Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum).
    • Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
    • Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
    • Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
    • Pada enema barium apendiks tidak terisi.
    • Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada anak dengan kasus apendiksitis berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain :
Pre Operasi
  1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
  2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.

Post Operasi
  1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
  2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification (NIC), dan hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome Classification ( NOC) , antara lain :
Pre Operasi
Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan :Nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
  • Nyeri berkurang
  • Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
  • Kegelisahan atau keteganganotot
  • Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
  • Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
Intervensi
  • Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan, factor presipitasinya.
  • Observasi ketidaknyamanan non verbal.
  • Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.
  • Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan.
  • Anjurkan pasien untuk istirahat.
  • Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
  • Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien adekuat.
Kriteria Hasil :
  • Mempertahankan berat badan.
  • Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
  • Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
  • Turgor kulit baik.
Intervensi
  • Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
  • Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
  • Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
  • Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
  • pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.
Post Operasi
Dx. I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.


Kriteria Hasil :
  • Nyeri berkurang
  • Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
  • Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
  • Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
Intervensi
  • Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan.
  • Observasi ketidaknyamanan non verbal
  • Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.
  • Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan.
  • Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat nyeri.
  • Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
  • Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.
Kriteria Hasil :
  • Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal.
  • Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
  • Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab.
  • Tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Intervensi
  • Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
  • Monitor vital sign dan status hidrasi.
  • Monitor status nutrisi
  • Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan.
  • Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
  • Atur kemungkinan transfusi darah.






Laporan pendahuluan Asites




LAPORAN PENDAHULUAN ASITES
A. PENGERTIAN
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal dirungga perut sering dikatakan penimbunan asites merupakan tanda prognosis yang kurang baik dan pengelolaan penyakitnya menjadi semakin sulit,asites juga dapat menjadi sumber lnfeksi seperti setiap penimbunan cairan secara abnormal dirungga tubuh yang lain infeksi akan lebih memperberat perjalanan penyakit dasarnya.
II. ETIOLOGI
Secara morfologis, sirosis dibagi atas jenis mikronodular (poral), mikrodonolar (pascanekrotik) dan jenis campuran, sedang dalam klinik dikenal 3 jenis, yaitu portal, pascanokretik, dan biller. Penyakit penyakit yang diduga dapat menjadi penyebab sirosis hepatis antara lain mal nutrisi, alkoholesme, virus hepatis, kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika, penyakit wilson, hemokromatosis, zat toksik, dan lain-lain.
III. PATOFISIOLOGI
Penimbunan asites ditentukan oleh 2 faktur yang penting yakni faktor lokal dan sistemik.
1. Faktor lokal
Bertanggung jawab terhadap penimbunan cairan dirongga perut, faktor lokal yang penting adalah cairan sinusoid hati dan sistem kapiler pembuluh darah usus.
2. Faktor sistemik
Bertanggung jawab terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem cardiovaskuler dan ginjal yang menimbun retensi air dan garam. Faktor utama sebagai pencetus timbulnya retensi air dan garam oleh ginjal adalah vasodilatasi arteri perifer mula-mula akan terjadi peningkatan tahananan sistem porta dan diikuti terbentuknya pitas porta sistemik baik intra maupun ektra hati apabila struktur perubahan parenkim semakin berlanjut, pembentukan pintas juga semakin berlanjut, vasodilatasi juga akan menjadi berat, sehingga tidak hanya sirkulasi splankrik,tetapi ditempat lain misalnya : kulit otot dan paru. Vasodilatasi arteri feriver akan menyebabkan ketahanan tahanan ferifer menurun tubuh akan menafsirkan seolah-olah menjadi penurun volome efektif darah arteri reaksi yang dilakukan untuk melawan keadaan itu adalah meningkatkan tonos saraf simpatik adrenergik. Hasil akhirnya adalah aktivitas terhadap 3 sistem vasokonstriktor yakni sistem renin-angiostensin, aldesteron, arginin vasopresin dan saraf simpatik aktivasi sistem arginin vasopresin akan menyebabkan retensi air, sistem aldesteron akan menyebabkan penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan meningkatkan reapsorpsi garam pada tubulus progsimal, disamping itu sistem vaskuler juga akan terpengaruh oleh aktivitasi ketiga vaso kontriktor tersebut.
Apabila terjadi sirosis hatisemakin berlambat, vasodilatasi arteri ferifer akan menjadi semakin berat sehingga aktivitasi sistem neoru homoral akan mampu menimbulkan asites. Disdamping itu, aktivasi sistem neurohumoral yang terumenerus tetapi akan menimbulkan perubahan fungsi ginjal yang semakin nyata sehingga terjadi sindrom heparorenal.
IV. MANIFESTASI KLINIK
Asites lanjut sangat mudah dikenali pada inspeksi, akan tampak perut membuncit pada umumnya gizi kurang, otot atrofi dan pada bagian besar kasus dapat dijumpai stigmata hati kronik. Pada saat pasien tidur terlentang, pembesaran perut akan nampak mencolok kesamping kanan dan kiri seperti perut kodok letak umbilikus tergeser kekaudal mendekati sismfisis pubis, sering dijumpai hernia umbilikalis kiri tekanan intara abdomen yang meninggi sedangkan otot-otot atrofi sehingga kekuatannya berkurang, tanda-tanda visis lain menunjukkan adanya akumilasi cairan dalam rongga perut. Perut antar lain : pekak samping (Flank dullness) pekak alih (shiffing dulinees)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adanya anemia, gangguan faal hati (penurunan kadar albumen serum,peninggian kadar globulin serum,penurunan kadar bilirubin direk dan inderik),penurunan enzim kolenisterase, serta peninggian SGOT dan SGPT.
Pemeriksaan khusus untuk menilai adanya asites yang masih sedikit, misalnya dengan paddle singn pemerisaan penunjang yang dapat diberikan informasi dalam keadaan ini adalah USG
Fungsi dioagnostik sebaiknya dilakukan pada setiap pasien baru. Dari pemeriksaan cairan asites dapat diketahui adanya keganasan . infeksi premer atau sekunder, eksudat, kilus atau transudasi.
VI. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan asites :
1. Istirat dan diet rendah garam. Dengan istirahan dan diet rendah garam (200-500mg perhari), kadang-kadang asites dan edema telah dapat diatasi. Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan cairan selama 24 jam , hanya sampai 1 liter atau kurang.
2. Bila dengan istirat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3-4 hari tidak dapat perubahan.
3. Bila terjadi asites reflakter (asites yang tidak dapat dokendalikan dengan terafi medikamentosa yang intensif). Dilakukan terapi para sintesis. Walau pun merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kono dan setempat ditinggalkan karena berbagai komplikasinya, parasintesis banyak kembali dicoba untuk digunakan. Pada umumnya parasentisis aman apabila disertai dengan infus albumin sebanyak 6-8 g untuk setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat pula digunakan dekstran 70%. Walau pun demikian untuk mencegah pembentukan asites setelah parasintase, pengaturan diet rendah garam dan diuritek biasanya tetap diterlukan.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1 kg/2 hari/keseimbangan cairan negatif 600-800 ml/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat,dapat mencetuskan ensefalopati hepatik.
VII. PROGNOSIS
Pada umumnya dikatakan terbentuknya asites merupakan pertanda prognosis yang tidak baik. Kemungkinan hidup sampai satu tahun hanya kira-kira 50% dan sampai 5 tahun kira-kira 20%. Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah perubahan hemodinamika sistem porta, sistem vaskular sistemik dan fungsi ginjal, ketiga faktor itu lebih penting dari pada tes fungsi hati konvensial yang bisa digunakan.