ASUHAN
KEPERAWATAN CIDERA KEPALA SEDANG PADA PASIEN TN. F
DI RUANG BEDAH
UMUM (TULIP I) RSUD ULIN BANJARMASIN
KARYA TULIS
ILMIAH
Oleh :
HASMIANSYAH
NPM. 712002 S 11022 R
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
PROGRAM STUDI D.3 KEPERAWATAN
TAHUN 2014
ASUHAN
KEPERAWATAN CIDERA KEPALA SEDANG PADA PASIEN TN. F
DI RUANG BEDAH
UMUM (TULIP I) RSUD ULIN BANJARMASIN
Di ajukan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan
pada Program
Studi D.3 Keperawatan
Oleh :
HASMIANSYAH
NPM. 712002 S 11022 R
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
PROGRAM STUDI D.3 KEPERAWATAN
TAHUN 2014
LEMBAR PERSETUJUAN
PEMBIMBING
Karya Tulis Ilmiah ini
berjudul Asuhan Keperawatan Cidera Kepala
Sedang pada Pasien Tn. F di Ruang Bedah Umum (Tulip I) RSUD Ulin Banjarmasin,
yang dibuat oleh Hasmiansyah (NPM. 712002 S 11022 R), telah mendapatkan
persetujuan dari para pembimbing untuk diujikan pada Ujian Sidang Karya Tulis
Ilmiah Program Studi D.3 Keperawatan pada tanggal 01 Juli 2014
Banjarmasin, Juni 2014
Pembimbing
1,
Yustan Azidin, Ns., M. Kep. (NIK: 041.004.033)
Pembimbing 2,
Muhammad Yusuf, S. Pd.I., MA.
Mengetahui
Ketua Program Studi D.3
keperawatan,
Yuliani Budiyarti, Ns., M. Kep., Sp. Kep. Mat.
(NIK: 021.009.099)
LEMBAR
PENGESAHAN PENGUJI
Karya
Tulis Ilmiah ini berjudul Asuhan
Keperawatan Cidera Kepala Sedang pada Pasien Tn. F di Ruang Bedah umum (Tulip
I) RSUD Ulin Banjarmasin, yang dibuat oleh Hasmiansyah (NPM. 712002 S 11022
R), telah diujikan di depan tim penguji pada ujian sidang Karya Tulis Ilmiah
Program Studi D.3 Keperawatan pada tanggal 01 Juli 2014
Tim
Penguji
Penguji
1,
Yustan Azidin, Ns., M. Kep (NIK: 041.004.033)
Penguji 2,
Muhammad Yusuf, S. Pd.I., MA.
Penguji 3,
H. Yan Setiawan, S. Kep., Ns (NIP:19771101.
199603.1.002)
Mengetahui
Ketua Program Studi D.3
keperawatan,
Yuliani Budiyarti, Ns., M. Kep, Sp. Kep. Mat
(NIK: 021.009.099)
Mengesahkan
Ketua Stikes Muhammadiyah
Banjarmasin
M. Syafwani, S. Kp., M. Kes., Sp. Jiwa (NIK:
012.012.096)
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Pengasih, yang melimpahkan rahmat, taufiq
dan hidayah kepada insan yang mau bersusah payah mengabdi dan pasrah
kepada-Nya, dan atas anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini
dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Karya tulis ini ditulis sebagai salah satu
syarat kelulusan Ujian Akhir Program D3 Keperawatan dengan judul asuhan
keperawatan pada klien Tn. F dengan cidera kepala sedang di Ruang Bedah Umum
(Tulip I) Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin.
Penulis menyadari karya tulis ini tidak
terlepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Bapak M. Syafwani, S. Kp., M. Kes., Sp. Jiwa.
Selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin.
2.
Ibu Yuliani Budiyarti, Ns., M. Kep. Sp. Kep.
Mat. Selaku Ketua Program studi D3 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Banjarmasin.
3.
Bapak Yustan Azidin, Ns. M. Kep. Selaku
pembimbing 1
4.
Bapak Muhammad. Yusuf, S. Pd. I., MA. Selaku
pembimbing 2
5.
Bapak H. Yan Setiawan, S. Kep., Ns. Selaku
pembimbing 3
6.
Seluruh Dosen dan Staf Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin.
7.
Seluruh staf perawat ruang perawatan Rumah
Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin yang telah banyak membantu penulisan dalam
melakukan praktik keperawatan di Rumah sakit.
8.
Ayah dan ibu tercinta yang banyak memberikan
doa dan dukungan moril dan material.
9.
Keluarga dan saudara-saudara penulis yang telah
banyak memberikan doa dan dukungan semangat baik moril maupun materil.
10. Teman-teman
seperjuangan satu Almameter Program Studi D3 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin.
11. Perpustakaan
STIKES Muhammadiyah Banjarmasin yang menyediakan buku yang berkaitan dengan
karya tulis ilmiah ini.
12. Semua
pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah Swt. memberikan balasan yang
berlipat ganda atas amal baik mereka. Karya Tulis Ilmiah ini merupakan usaha
yang maksimal dari penulis. Namun dalam Karya Tulis Ilmiah ini, penulis sangat
menyadari masih jauh dari sempurna, masih banyak sekali kekurangan dan
kelemahan yang harus diperbaiki baik dari segi penjelasan, teknik penulisan
maupun dari tata bahasanya karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dari
penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan dengan segala kerendahan
hati kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak untuk menambah
kesempurnaan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
Akhirnya, penulis mengharapkan semoga Karya
Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat dan berguna dalam menambah wawasan dan
keilmuan baik bagi penulis maupun bagi orang lain yang membacanya.
Banjarmasin,
Juni 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL.......................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN
PEMBIMBING....................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN
PENGUJI................................................. iii
KATA PENGANTAR............................................................................ iv
DAFTAR ISI.......................................................................................... vi
DAFTAR TABEL.................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................... ix
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................. 1
1.1
Latar Belakang.................................................................. 1
1.2
Tujuan Penelitian.............................................................. 3
1.3
Manfaat Penelitian............................................................ 4
1.4
Metode Ilmiah Penelitian.................................................. 5
1.5
Sistematika Penulisan....................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS......................................................... 7 2.1Anatomi
Fisiologi 7
2.2
Pengertian cidera kepala.......................................................... 13
2.3 Klasifikasi dan tipe cidera kepala............................................
14
2.4 Patofisiologi.............................................................................
17
2.5 Tanda dan Gejala.....................................................................
20
2.6 Prognosis..................................................................................
21
2.7 Komplikasi...............................................................................
21
2.8 Pemeriksaan penunjang............................................................
22
2.9 Penatalaksanaan medis............................................................
23
2.10 Tinjauan Teoritis Keperaawatan Cidera Kepala.................... 26
2.11 Evaluasi..................................................................................
37
BAB 3 HASIL
ASUHAN KEPERAWATAN.........................................
39
3.1
Gambaran
Kasus......................................................................
39
3.2 Analisa
Data............................................................................
47
3.3
Periotas Masalah......................................................................
49
3.4
Intervensi ............................................................................... 50
3.5
Implementasi............................................................................
53
3.6
Evaluasi....................................................................................
56
3.7
Catatan
Perkembangan............................................................
58
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 66
4.1
Kesimpulan
............................................................................. 66
4.2 Saran........................................................................................ 67
Daftar Rujukan............................................................................................... 69
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.
Pemeriksaan
Penunjang................................................................... 45
2.
Terapi
Obat...................................................................................... 45
3.
Analisa
Data.................................................................................... 47
4.
Intervensi......................................................................................... 50
5.
Implementasi................................................................................... 53
6.
Evaluasi........................................................................................... 55
7.
Catatan
Perkembangan.................................................................... 58
DAFTAR GAMBAR
Tabel Halaman
1
Tulang-tulang
Tengkorak................................................................ 8
2
Bagian
pada Otak............................................................................ 11
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1.
Tingkat Kesadaran
2. Skala Nyeri
3. Skala Kekuatan Otot
4. Skala Koma Gasglow (GCS)
5. Skala Aktivitas
6. Lembar Permohonan Izin
7. Surat Penagantar dari
Diklat
8. Lembar Absensi
9. Lembar Konsul
10. Riwayat Hidup
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor
di kota-kota besar menyebabkan kasus kecelakaan lalu lintas meningkat. Kasus
KLL yang paling banyak terjadi merupakan penyebab utama terjadinya trauma
kepala hingga kematian. Hal ini disebabkan kesadaran pengendara sepeda motor
masih rendah. Banyak faktor dari pengendara yang menyebabkan terjadinya hal tersebut
seperti ketidakwaspadaan pengendara, kurangnya perlengkapan pengendara dan
lain-lain.
Kecelakaan lalu lintas adalah peristiwa
terjadi tabrakan antara kendaraan bermotor (roda dua, roda empat, atau lebih)
dengan kendaraan motor lainnya atau dengan benda lainnya di jalan. Salah satu
dari penyebab kecelakaan lalu lintas yaitu kendaraan bermotor yang terjadi
dijalan raya atau tempat terbuka yang dijadikan sebagai sarana lalu lintas
serta menyebabkan kerusakan, luka-luka, kematian manusia (Kartika, Metta:
2009).
Cidera kepala merupakan suatu gangguan
traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan
interstitial (perdarahan jaringan otak) dalam subtansi (komponen) otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak. Penyebab dari cidera kepala yaitu adanya
trauma pada kepala meliputi trauma oleh benda atau serpihan tulang yang
menembus jaringan otak. Gejala yang timbul yaitu apabila pasien sadar akan
mengeluh sakit kepala, muntah, kesadaran menurun.
Menurut data World Health Organization (WHO), tahun 2005 cidera kepala akibat
kecelakaan lalu lintas di Amerika Latin 41,7%, Korea Selatan 21,9%, dan
Thailand 21%. Setiap tahunnya banyak orang meninggal dunia akibat kecelakaan
bermotor. Sedangkan pada tahun 2008 di dunia diperkirakan sebanyak 1,2 juta
nyawa melayang setiap tahunnya sebagai akibat kecelakaan bermotor, diperkirakan
sekitar 0,3 sampai 0,5 mengalami cidera kepala. (Mas’amah, 2010).
Data dari Ditlantas Markas Besar
Kepolisian RI menunjukan bahwa pada tahun 2009 terdapat 99,951 korban
kecelakaan lalu lintas denagan 18,46% (18,448 korban) meninggal. Korban
kecelakaan lalu lintas di Indonesia adalah pengedara sepeda motor yang
menyebabkan terjadinya cidera kepala menempati peringkat pertama dalam
persentase 33,2%. (wahyudi, Hery: 2009).
Di Indonesia diperkirakan lebih dari 80%
pengendara mengalami resiko kecelakaan bermotor 20% diantaranya mengalami
cidera kepala dan cidera permanen, tingginya angka kecelakaan lalu lintas tidak
lepas dari mudahnya orang untuk memiliki kesadaran bermotor sehingga resiko
terjadinya kecelakaan tinggi.
Rumah Sakit Ulin Banjarmasin sebagai
salah satu Rumah Sakit di Kalimantan Selatan, berdasarkan data rekam medik 2013
didapatkan pada tahun 2011 kasus cidera kepala 416 penderita dan pada tahun
2012 terdapat 417 penderita. Di ruang Bedah Umum (Tulip I) kasus cidera kepala
merupakan peringkat ke-1 dari 10 penyakit terbanyak dari total 875. Berdasarkan
data tersebut diketahui bahwa terjadi peningkatan jumlah penderita cidera
kepala dari tahun ke tahun.
Cidera kepala dapat mengakibatkan
malapetaka bagi seseorang, sebagian masalah merupakan akibat langsung dari
cidera dan banyak lainnya timbul sekunder dari cidera, hal ini harus dihindari
dan ditemukan secepatnya oleh perawat untuk menghindari rangkaian kejadian yang
menimbulkan gangguan mental dan fisik, bahkan kematian. (Muttaqin, 2008).
Peran perawat cidera kepala ini sebagai
salah satu tenaga kesehatan mempunyai peran penting dalam penatalaksanaan kasus
tersebut yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitativ. Upaya
promotif dengan memberikan penjelasan pada pasien tentang kondisi dan
pengobatan penyakit serta perawatan di rumah pada klien dengan cidera kepala
ringan, sedang dan berat. Upaya preventif dengan mencegah komplikasi dari luka
yang ditimbulkan trauma seperti infeksi dengan melekukan perawatan secara
aseptik serta komplikasi lain yang mungkin timbul misalnya edema serebal dengan
mengontrol tekanan intrakranial. Upaya kuratif dengan stabilitas kardiopulmoner
mencakup prinsip-prinsip Airway, Breathing, Circulation (ABC) mengelola
antibotik, analgetik, antiedema serebri sesuai program, dan upaya rehabilitatif
dengan mementau status neurologis termasuk tanda-tanda vital. (Effendy, 1995).
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa
angka kejadian cidera kepala mengalami peningkatan. Hal ini menggambarkan bahwa
cidera kepala perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang baik, mengingat
prevelensi dan akibat yang ditimbulkan cukup tinggi. Sehubungan hal tersebut
maka penulis tertarik untuk membuat Karya Tulis Ilmiah (KTI) dengan judul Asuhan Keperawatan Klien dengan
cidera kepala yang lebih komperehensif meliputi biopsikososial spiritual dengan
menggunakan proses keperawatan yang dapat membantu klien mengatasi masalah yang
timbul karena dapat mengancam jiwa seseorang.
1.2 Tujuan
Adapun
tujuan penulisan ini berbagi menjadi dua, yaitu:
1.2.1
Tujuan umum
Tujuan
umum dari penulisan KTI ini adalah untuk mengetahui, melaksanakan, serta
memberikan proses asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap pasien dengan
kasus cidera kepala mulai dari pengkajian sampai pendokumentasikan. Selain itu,
juga sebagai salah satu syarat kelulusan Ujian Akhir Program D3 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin.
1.2.2
Tujuan khusus
Tujuan
khusus penulisan KTI ini meliputi:
1.2.2.1
Mengkaji status
kesehatan klien untuk mengumpulkan data dari masalah yang ada kaitannya tentang
cidera kepala secara biopsikososial.
1.2.2.2
Merumuskan diagnosis
keperawatan dari hasil data pengkajian.
1.2.2.3
Menyusun intervensi
asuhan keperawatan dalam mengatasi masalah yang muncul pada klien cidera
kepala.
1.2.2.4
Melakukan implementasi
sesuai rencana tidakan pada klien cidera kepala.
1.2.2.5
Melakukan evaluasi
terhadap pelaksanaan tindakan keperawatan.
1.2.2.6
Mendokumentasikan hasil
asuhan keperawatan pada cidera kepala.
1.3 Manfaat
1.3.1
Secara teoritis
Diharapkan
KTI ini dapat memperdalam pemahaman dan memperluas wawasan asuhan keperawatan
melalui pendekatan biologis, psikologis, dan spiritual pada umumnya, serta
asuhan keperawatan terhadap penderita cidera kepala pada kususnya.
1.3.2
Secara praktis
1.3.2.1
Bagi klien
Klien
memperoleh tidakan asuhan keperawatan yang baik melalui pendekatan biologis,
psikologis, sosial dan spiritual.
1.3.2.2 Bagi
keluarga klien
Keluarga
diharapkan mampu memahami konsep penyakit secara besar sehingga dapat
memberikan perawatan yang baik di rumah. Diharapkan keluarga mampu memberikan
dukungan moril dan pemulihan kesehatan.
1.3.2.3 Bagi
institusi pendidikan khususnya mahasiswa
Dapat
meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit cidera kepala agar pelaksanaan
asuhan keperawatan pada klien dengan cidera kepala dapat ditingkatkan lebih
baik.
1.3.2.4
Bagi pelayanan
kesehatan atau rumah sakit
Diharapkan
dapat membantu upaya peningkatan mutu asuhan keperawatan yang diberikan,
terutama asuhan keperawatan terhadap klien dengan diagnosis cidera kepala.
1.4 Metode Penulisan
Metode
penulisan KTI ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan proses
asuhan keperawatan melalui pengkajian, merumuskan diagnosis keperawatan,
menyusun rencana keperawatan, melaksanakan rencana yang telah disusun, serta
melakukan evaluasi atas asuhan keperawatan yang diberikan dan selanjutnya
mendokumentasikan hasil dari seluruh proses keperawatan yang telah dilakukan.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan KTI ini terdiri
dari beberapa bab, yaitu:
Bab I, terdiri atas latar belakang,
tujuan umum, tujuan, manfaat, metode penulisan, sistemika penulisan.
Bab II, menguraikan tujuan teoritis
cidera kepala meliputi anatomi fisiologi, pengertian, etiologi, patopsiologi,
manifestasi klinis, komplikasi, prognosis, pemeriksaan penunjang, dan
pelaksanaan medis yang terdiri atas pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,
pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
Bab III, menguraikan asuhan keperawatan
yang terdiri atas gambaran kasus, analisis data, dan diagnosa keperawatan.
Rencana keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi.
Bab IV, terdiri atas simpulan dan saran.
BAB
2
TINJAUAN
TEORITIS
2.1. Anatomi Fisiologi Otak
2.1.1 Struktur Tulang Otak
Menurut
Tarwoto, et al 2009, “Otak merupakan organ yang terletak tertutup oleh cranium,
tulang-tulang penyusun cranium disebut tengkorak yang berfungsi melindungi
organ-organ vital otak”. Ada sembilan tulang yang membentuk cranium yaitu:
tulang frontal, oksifitalis, sphenoid, etmoit, temporal 2 buah. Tulang-tulang
tengkorak di hubungkan oleh satura.
Menurut
Rosjidi dan Nurhidayat, 2009, “Otak dilindungi dari cidera kepala oleh rambut,
kulit dan tulang kemudian meninges juga cairan serebrospinalis. Tanpa
perlindungan ini otak akan sangat mudah mengalami iritasi, goncangan, dan
cidera. Sekali neuron rusak, maka tidak dapat diperbaiki lagi”.
Menurut
Muttaqin, 2008, “Jaringan otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tulang
tengkorak dan tulang belakang, serta tiga lapisan jaringan penyambung atau
meningen, yaitu piameter, arakhnoid, dan dura meter”.
Batticaca
2008, menjelaskan bahwa tulang tengkorak melindungi otak dari cidera, yang
terdiri dari empat bagian tulang yang saling berhubungan yaitu tulang frontal,
parietal, temporal, dan oksipital.
Gambar 1: Tulang-tulang tengkorak
2.1.1.1
Tulang cranial tersusun atas tulang cranial dan wajah
a. Tulang cranial tersebut meliputi:
1) Tulang
frontal
Tulang frontal
merupakan tulang kranial yang berada disisi anterior, berdasarkan dengan tulang
frontal melalui sutura koronalis. Pada tulang frontal ini terdapat suatu sinus
(rongga) yang disebut sinus frontalis yang terhubung dengan rongga hidung.
2) Tulang
temporal
Terdapat dua tulang
temporal disetiap sisi lateral tengkorak. Antara tulang temporal dan tulang
parietal dibatasi oleh sutura skuamosa. Persambungan antara tulang temporal dan
tulang zigomatikum disebut sebagai proses zigomatikum. Selain itu terdapat
prosesus mastoid (suatu penonjolan di belakang saluran telinga) dan meatus
akustikus ekstimus (liang telinga).
3) Tulang
parietal
Terdapat dua tulang
parietal, yang di pisahkan satu sama lain melalui sutura sagitalis. Sedangkan
sutura skuamosa memisahkan tulang parietal dan tulang temporal.
4) Tulang
oksipitalis
Tulang oksipital
merupakan tulang yang terletak disisi belakang tengkorak. Antara tulang
oksipitalis dan tulang parietal dipisahkan oleh sutura lambdoid.
5) Tulang
sphenoid
Tulang sphenoid
merupakan tulang yang membentang dari sisi fronta-parieto-temporal yang satu
kesisi yang lain.
6) Tulang
ethmoid
Tulang ethmoid
merupakan tulang yang berada dibelakang tulang nasal dan lakrimal. Beberapa
bagian dari tulang ethmoid adalah crista galli (proyeksi superior untuk
perlengkatan meningens).
2.1.1.2 Tulang wajah meliputi
a. Tulang
mandibula
Mandibula
merupakan tulang rahang bawah, yang berartikulasi dengan tulang temporal
melalui prosesus kondilar.
b. Tulang
maksila
Tulang maksila
merupakan tulang rahang atas, Maksila meliputi antara lain prosesus pelatin
yang membentuk bagian anterior palatum dan prosesus alveolar yang memegang gigi
bagian atas.
c. Tulang
nasal
Tulang nasal
merupakan tulang yang membentuk jembatan pada hidung dan berbatasan dengan
tulang maksila.
d. Tulang
lakrimal
Tulang lakrimal
merupakan tulang yang berbatasan dengan tulang ethmoid dan tulang maksila,
berhubungan duktus nasolakrimal sebagai saluran air mata.
e. Tulang
zigomatikum
Tulang zigomatikum
merupakan tulang pipi, yang berartikulasi dengan tulang frontal, temporal dan
maksila.
2.1.2
Meningen
Meningen adalah
merupakan jaringan membran penghubung yang melapisi otak dan medulla spinalis
ada 3 lapisan meningen yaitu: Durameter, arachnoid, dan pia meter. Durameter
adalah lapisan yang liat, kasar dan mempunyai dua lapisan membran. Arachnoid
adalah membran bagian tengah, tipis dan berbentuk seperti laba-laba. Sedangkan
piameter adalah lapisan paling dalam, tipis, merupakan membran vaskuler yang membungkus
seluruh permukaan otak. Antara lapisan satu dengan lapisan lainnya terdapat
ruang meningeal yaitu ruang epidural merupakan ruang antara tengkorak dan
lapisan luar durameter, ruang subdural yaitu ruang antara lapisan durameter
dengan membran arachnoid, ruang subarachnoid yaitu ruang antara arachnoid
dengan piameter pada ruang subarachnoid ini terdapat cairan serebrospinalis
(CSF). (Tarwono et al ., 2007).
2.1.3
Organ Otak
Secara umum, otak
terbagi menjadi cerebrum (Frontal lobe, perietal lobe, occipital lobe, temporal
lobe), serebllum dan batang otak
(medulla oblongata, mesencephalon, dan pons). Frontal lobe berfungsi sebagai
aktifitas motorik, fungsi intelektual, emosi dan fungsi fisik. Lobus parietal
terdapat sensori priper dari korteks, berfungsi sebagai proses infut sensori,
sensasi posisi, sensasi raba, tekan dan peribahan suhu ringan. Lubos temporal
mendukung area auditorius, tempat tujuan sensori yang datang dari telinga dan
berfungsi sebagi infut perasa, pendengaran, pemgecap, penciuman serta proses
memori. Serebellum berfungsi untuk koordinasi aktivitas muscular, kontrol tonus
otot, merupakan postur dan keseimbangan. Batang otak berfungsi sebagai
pengaturan reflex untuk vital tubuh.
Gambar
2. Bagian pada otak
(Sumber:
http//www.hil4ry.wordpress.com diakes pada 16 Juni 2014 pukul 22.00 wita)
2.1.3.1 .
Talamus
Talamus memproses
rangsan dan meneruskan rangsan menuju kortek serebral. Juga bertanggung jawab
akan kesadaran nyeri.
2.1.3.2 .
Epitalamus
Epitalamus berhubungan
dengan pertumbuhan dan perkembangan juga mengatur reflek-reflek primitif yang
menginformasikan untuk mendapat makanan.
2.1.3.3 .
Hipotalamus
Berfungsi mengontrol
temperatur, metabolisme air, mengontrol lapar, mengatur aktivitas viscelar dan
ekpresi fisik dan emosi. Hipotalamus juga mengatur sekresi kelenjar pituitary
dan bertanggung jawab terhadap bagian dari silkus kewaspadaan tidur.
2.1.3.4 .
Serebellum
Fungsinya
mengkoordinasikan keseimbangan pergerakan aktivitas kelompok otot, juga
mengontrol pergerakan halus.
2.1.3.5 .
Pons
Terletak antara otak
tengah dengan medulla oblongata dimana mengandung inti saraf cranial V (saraf
tregriminal saraf ini menerima sensasi nyeri, temperatur dan sentuhan dari muka
nasal dan rongga mulut. Saraf ini juga mengontrol otot mengunyah dan reflek
komea) dan VII (saraf fasial mempengaruhi otot ekspresi muka. Juga tanggap
dengan ekspresi rasa (pengecap) pada 2/3 lidah bagian anterior).
2.1.3.6 .
Medulla oblongata
Medulla oblongata
lanjut dari medulla spinalis berhubungan
dengan pons dan serebellum dimana terdapat inti saraf cranial VIII (saraf
akustik mempunyai dua cabang yaitu cabang koklear responsive untuk pendengaran
dan cabang vestibuler untuk keseimbangan) dan XII (saraf hipoglosal mengatur
pergerakan lidah yang diperlukan untuk berbicara dan menelan.
2.2. Pengertian Cidera Kepala
Menurut Tarwoto 2007,
“Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam subtansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontituitas otak”.
Menurut Widagdo 2008,
“Cidera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh kekuatan
eksternal yang menimbulkan tingkat perubahan kesadaran dan perubahan kemampuan
kognitf, fungsi fisik, fungsi tingkah laku dan emosional”.
Menurut Muttaqin 2008,
“Cidera kepala atau cidera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi
otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan intertill dalam subtansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak”.
Menurut Nanda 2013,
“Cidera kepala merupakan cidera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak,
dan otak”.
Menurut smeltzer &
bare 2005, “Cidera kepala adalah sebagian besar diklasifikasikan oleh cidera
kulit kepala, tengkorak atau otak. Luka berat pada otak adalah bentuk yang
paling serius dari cidera kepala”.
Head
injury is a broad clasification that includes injury to the scalp, scull or
brain. Traumatic brain injury is the most serios from head injury. Primary
brain injuries include lacerations or contusios of the brainsubtance and direct
disruption of brain tissue by shearing of axons and disruftion of blood vessels
(Wong 2000).
Berdasarkan berbagai
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa cidera kepala adalah trauma yang
trjadi pada kulit kepala, tegkorak, dan otak yang sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas. Dapat berupa trauma primer
dan trauma sekunder yang menimbulkan
perubahan fungsi normal otak (penurunan kesadaran), kecacatan permanen dan
bahaya kematian pada manusia.
2.3.
Klasifikasi dan Tipe Cidera Kepala
Menurut tarworo et al., (2007) Penilaian derajat
beratnya cidera kepala dapat dilakukan dengan menggunakan Glasgow Coma Scale,
yaitu suatu skala untuk menilai secara kuantatif tingkat kesadaran seseorang
dan kelainan neurologis yang terjadi. Ada tiga aspek yang dinilai, yaitu reaksi
membuka mata (eye opening), reaksi berbicara (verbal respons), dan reaksi
gerakan lengan serta tungkai (motor respons).
2.3.1. Klasifikasi
cidera kepala
2.3.1.1. Cidera kepala
ringan
Bila GCS 13-15 dapat
terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia kurang dari 30 menit. Tidak ada
kontusio tengkorak, tidak ada fraktur serebral, hematoma.
2.3.1.2. Cidera
kepala sedang
Bila GCS 9-12
kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tapi kurang dari 24
jam dapat mengalami fraktur tengkorak.
2.3.1.3. Cidera
kepala berat
Bila GCS 3-8 kehilangan
kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Juga meliputi kontusio
serebral, laserasi, atau hematoma intracranial.
2.3.2.
Tipe cidera kepala menurut wahyu widagdo et
al., (2008).
2.3.2.1
komosio serebri (gegar otak) adalah
gangguan fungsi neurologik ringan tanpa adanya kerusakan struktur otak, terjadi
kehilangan kesadaran kurang dari 10 menit atau tanpa disertai amnesia, mual,
muntah, nyeri kepala.
2.3.2.2
kontusio serebri (memar) adalah
gangguan fungsi neurologik disertai kerusakan jaringan otak tetapi kotuinitas
otak masih utuh, hilangnya kesadaran lebih dari 10 menit.
2.3.2.3
Laserasio serebri adalah gangguan
fungsi neurologic disertai kerusakan otak yang berat dangan fraktur tengkorak
terbuka masa otak terkelupas keluar dari rongga intra cranial.
2.3.3.
Tipe cidera kepala menurut Wahyu Widagdo et
al (2008).
2.3.3.1.
Fraktur tengkorak (trauma kepala terbuka) dan macam-macam fraktur
a. Fraktur
tengkorak kepala
Fraktur
tengkorak kepala dapat melukai jaringan pembuluh darah dan sraf-saraf dari otak,
dan apa juga merobek durameter yang mengakibatkan perembesan cairan
sebrospinal, damana dapat membuka suatu jalan untuk terjadinya infeksi intra
cranial.
b. Adapun
macam-macam dari fraktur tenfkorak adalah:
1)
Linear
fraktur adalah robek biasa pada hubungan tulang
dan tidak berubah hubungan dari kedua fragmen.
2)
Comminuted
fraktur adalah patah tulang dengan fraktur yang
multi linear.
3)
Defresed fraktur adalah
fragmen tulang melekuk kedalam.
4)
Compoun
fraktur adalah fraktur tengkorak yang meliputi
laserasi dari kulit kepala, membrane mukosa, sinus pranasal, mata, telinga,
membrane timpani.
5)
Fraktur
dasar tengkorak adalah fraktur yang terjadi pada
dasar tengkorak, khususnya pada fossa anterior dan tengah.
2.3.3.2 Cidera
serebral (trauma kepala tertutup)
a. Komosio serebra adalah
suatu kerusakan sementara fungsi neurologi yang disebabkan oleh benturan pada
kepala. Biasanya tidak merusak struktur
tetapi menyebabkan hilangnya ingatan sebelum dan sesudah cidera, lesu, mual dan
muntah. Biasanya dapat kembali pada fungsi yang normal. Setelah komosio akan
timbul sindroma berupa sakit kepala, pusing, ketidak mampuan untuk konsentrasi
beberapa minggu setelah kejadian.
b. Kontosio serebri adalah
benturan yang dapat menyebabkan perubahan dari sruktur permukaan otak
mengakibatkan perdarahan dan kematian jaringan dengan atau tanpa edema. Gejala
tergantung pada luasnya kerusakan.
c. Hematoma efidural adalah
perdarahan menuju keruang antar tengkorak dan durameter. Gambaran klinik klasik
yang terlihat : hilangnya tingkat kesadaran dengan cepat menurun sampai dengan
koma jika tidak akan menyebabkan kematian.
d. Hematoma sudural adalah
perdarahan arteri atau vena durameter dan araknoid. Hematoma subdural dapat
timbul dalam waktu 48 jam, dengan gejala akut kepala mengetuk, bingung dan
dilatasi fiksasi pupil ipsilateral.
e. Hematoma intracerebral adalah
perdarahan menuju jaringan serebral biasanya terjadi akibat cidera langsung dan
sering di dapat pada lobus frontal dan temporal. Gejala-gejala meliputi : sakit
kepala, menurunnya kesadaran, pupil ipsilateral.
f. Hematoma subarachnoid adalah
hematoma yang terjadi akibat trauma, meskipun pembentukan hematoma jarang.
Tanda gejala meliputi : kaku duduk, sakit kepala, menurunnya tingkat kesadaran,
hemiparesis dan ipsilateral dilatasi pupil.
2.4. Patofisiologi
Menurut tarwoto (2007),
adanya cidera kepala dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan pada perenkim
otak, kerusakan pembuluh darah, edema dn gangguan biokimia otak seperti
penurunan adenosine tripospat dalam mikondria, serta perubahan permiabilitas
vaskuler.
Patofisiologi cidera
kepala dapat digolongkan menjadi 2 proses yaitu cidera kepala otak primer dan
cidera kepala sekunder. Cidera kepala otak primer merupakan suatu proses
biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi
dampak cidera jaringan otak. Pada cidera kepala sekunder akibat cidera primer
misalnya adanya hipoksia iskemia, perdarahan.
Kematian cidera kepala banyak disebabkan karena
hipotensi karena gangguan autoregulasi ketika terjadi gangguan autoregulasi
akan menimbulkan hipoferfusi jaringan serebral dan akhirnya pada iskemia
jaringan otak karena otak sangat sensitive terhadap oksigen dan glukosa.
Otak dapat berfungsi
dengan baik apabila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi energi yang
dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah dan oksigen
ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi otak.
Patofisiologi
Cidera Kepala ke beberapa masalah keperawatan
(Muttaqin,
2008:275)
2.5. Tanda dan Gejala
2.5.1. Gejala trauma kepala menurut Widagdo (2008)
2.5.1.1. Komosio
serebri: muntah tanpa nausea, nyeri pada lokasi
cidera kepala, mudah marah hilang energi, pusing dan mata
berkunang-kunang, ingatan sementara hilang.
2.5.1.2. Kontosio
serebri: perubahan tingkat kesadaran, lemah dan paralisis tungkai, kesulitan
berbicara, leher kaku, sakit kepala, demam diatas 37oC, perubahan pupil
(tidak berespon terhadap cahaya, kontriksi, hemiparalisis).
2.5.1.3. Hematoma
epidural: luka benturan, hilangnya kesadaran dalam waktu singkat sampai
beberapa jam, lemah, gangguan kesadaran leher kaku, menunjukan adanya hematom
epidural, perasaan mengantuk, pernafasan menurun dengan pola yang tidak
teratur, tekanan darah meningkat, denyut nadi menurun dengan aritmia.
2.5.1.4. Hematoma
subdural: berubah-ubah hilangnya kesadaran, sakit kepala, otot wajah melemah,
melemahnya tungkai pada salah satu sisi tubuh, gamgguan mental.
2.5.2. Manifestasi klinis dari trauma otak
2.5.2.1. Jika pasien sadar mengeluh sakit kepala berat
2.5.2.2. Muntah
bersifat proyektif
2.5.2.3. Kesadaran
makin menurun
2.5.2.4. Perubahan
tipe pernafasan
2.5.2.5. Anisokor
2.5.2.6. Tekanan
darah menurun, bradikardi
2.5.2.7. Suhu
tubuh sulit dikendalikan
2.6.
Prognosis
Prognosis
setelah cidera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama pada klien
penderita cidera kepala berat. Skor GCS waktu masuk RS memiliki nilai
prognostik yang besar. Skor klien dengan GCS 3-4 memiliki kemungkinan 85%,
sedangkan pada klien dengan GCS 12 kemungkinan meninggal hanya 5-10%. Sindrom
pasca konkusi berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala, keletihan,
pusing, ketidakmampuan berkonsentrasi, dan perubahan kepribadian yang berkurang
banyak pada klien setelah terjadi cidera kepala. (Arif mansjoer, 2008).
2.7.
Komplikasi
2.7.1. Menurut tarwoto (2007), komplikasi yang dapat
terjadi pada pasien cidera kepala adalah:
2.7.1.1.
Defisit neorologi fokal
2.7.1.2.
Kejang
2.7.1.3.
Pneumonia
2.7.1.4.
Kerusakan control repirasi
2.7.1.5.
Inkontensia bladder dan bowel
2.7.1.6.
Kebocoran cairan serebrospinal
2.7.2. Perubahan intracranial
2.7.2.1. Epidural
2.7.2.2. Subdural
2.7.2.3. Sub
archnoid
2.7.2.4. Intraventrikuler
2.7.2.5. Malformasi
faskuler
2.7.2.6. Fistual
cairan cerebrospinal
2.7.2.7. Parese
saraf cranial
2.7.2.8. Meningitis
atau abses otak
2.7.2.9. Sindrom
pasca trauma
Tindakan :
a. Infeksi
b. Perdarahan
ulang
c. Edema cerebri
d. Pembengkakan
otak
2.8. Pemeriksaan penunjang
2.8.1.
Pemeriksaan diagnostik menurut Muttaqin, (2008)
2.8.1.1. CT
scan (degan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi
luasnya lesi, perdarahan, determinan, sentrikuler, jaringan otak.
2.8.1.2. MRI
Sama dengan CT scan
dengan/tanpa kontras radioaktif.
2.8.1.3. Serebral
Angiografi
Menunjukkan anomaly
sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema,
perdarahan, dan trauma.
2.8.1.4. Serial
EEG
Dapat melihat perkembangan
gelombang patologis.
2.8.1.5. Sinar-X
Mendeteksi perubahan
struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen
tulang.
2.8.1.6. BEAR
(Brain Auditory Evoked Respon)
Mengoreksi batas fungsi
korteks dan otak kecil.
2.8.1.7. PET
(Pasitron Emission Tomagraphy)
Mendeteksi perubahan
aktivitas metabolisme otak.
2.8.1.8. CSS
Lubal fungsi dapat
dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
2.8.1.9. Kadar
elektrolit
Untuk mengoreksi
keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intrakranial.
2.8.1.10. Rontgen thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen thoraks
menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
2.8.1.11. Toraksentesis menyatakan darah/cairan.
2.8.1.12. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup).
Analisa Gas Darah
(AGD/Astrup) adalah salah stau tes diagnostik untuk menetukan status respirasi.
Status respirasi yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah
status oksigenasi dan status asam basa.
2.9. Penatalaksanaan medis
Mutaqin (2008)
menjelaskan bahwa penatalaksanaan medis pada klien cidera kepala adalah saat
awal trauma pada cidera kepala selain dari faktor mempertahankan fungsi ABC
(Airway, Breathing, Circulation) dan menilai status neurologis (disability,
exposure), maka faktor yang harus diperhitungkan pula adalah mengurangi iskemia
serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan
glukosa.
Selain itu perlu pula
kontrol kemungkinan tekanan intracranial yang meninggi disebabkan oleh edema
serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan tindakan oprasi, tetapi usaha untuk
menurunkan tekanan intrakranial ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2
dengan hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan menambah
metabolisme intraserebral. Adapun untuk menurunkan PaCO2 ini yakni
dengan intubasi endotrakeal, hiperventilasi. Intubasi dilakukan sedini mungkin
kepada klien-klien yang koma untuk mencegah terjadinya PaCO2 yang
meninggi. Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur dapat mencegah peningkatan
tekanan intrakranial.
2.9.1. Penatalaksanaan konservatif meliputi:
2.9.1.1. Bedrest
total
2.9.1.2. Observasi
tanda-tanda vital (GCS dan tingkat
kesdaran)
2.9.1.3. Pemberian
obat-obatan:
a. Dexsamethason/kalmethason
sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya
trauma.
b. Terapi
hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
c. Pengobatan
anti-edema dengan larutan hipertosis, yaitu manitol 20%, atau glukosa 40%
gliserol 10%.
2.9.1.4. Makanan
atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberi apa-apa,
hanya cairan infus dextrose 5%, aminofusin, aminofil (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian di berikan makanan lunak.
2.9.1.5. Pada
trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat klien mengalami penurunan
kesadaran dan cendrung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari
pertama, ringer dextros 8 jam kedua, dan dextrosa 5% 8 jam ketiga. Pada hari
selanjutnya bila kesadaran rendah maka makanan diberikan melalui nasogatric
tube (2500-3000 TKTP). Pemberian protein tergantung dari nilai urenitrogennya.
2.9.2.
Penatalaksanaan menurut Tarwoto (2009) pada klien dengan cidera kepala adalah:
2.9.2.1. Penatalaksanaan
umum:
a. Monitor
respirasi: Bebas jalan nafas, monitor keadaan ventilasi, periksa AGD, berikan
oksigen jika perlu.
b. Monitor
tekanan intracranial (TIK).
c. Atasi
syok ada.
d. Kontrol
tanda vital.
e. Keseimbangan
cairan dan elektrolit.
2.9.2.2. Operasi
Dilakukan untuk
mengeluarkan darah pada intraserebral, debridement luka, kranioplasti, prosedur
sunting pada hidrosepalus, kraniotomi.
2.9.2.3. Pengobatan
a. Diuretik:
untuk mengurangi edem serebral misalnya manitol 20% furosemid (lasik).
b. Anti
kunvulsan: untuk menghentikan kejang misalnya dengan dilantin, tegretol,
valium.
c. Kortokosteroid:
untuk menghambat pembentukan edem misalnya dengan dexsametason.
d. Antagonis
histamine: mencegah terjadinya iritasi lambung karena hipersekresi akibat efek
trauma kepala misalnya dengan cemitidin, ranitidine.
e. Antibiotik
jika terjadi luka yang besar.
2.10.
Tinjauan Teoritis Keperaawatan Cidera Kepala
2.10.1.
Pengkajian
Pengkajian klien dengan
cidera kepala menurut muttaqin (2008).
2.10.1.1. Aktivitas dan istirahat
Gejala: klien
mudah lelah, kelemahan, dan kehilanagan sensori/paralisis.
Tanda: perubahan
kesadaran, masalah dalam keseimbangan, rendahnya kadar hemoglobin atau syok dan
pucat, sianosis, adanya penurunan darah portal akibat penggunaan PRC dalam
jangka lama.
2.10.1.2. Sirkulasi
Gejala:
perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung
(bradikardi, takikardia, aritmia).
2.10.1.3. Integritas
ego
Gejala:
perubahan tingkah laku atau kepribadian (perubahan status mental).
Tanda: prilaku
lambat dan sangat hati-hati, kesulitan dalam pemahaman, mudah lupa, afasia dan
mudah frustasi.
2.10.1.4. Eliminasi
Gejala:
Inkontinesia urine atau mengalami gangguan fungsi.
2.10.1.5. Makanan
dan Cairan
Gejala: Mual,
Muntah dan penurunan nafsu makan.
Tanda:
Peningkatan asam lambung dan kesulitan menelan.
2.10.1.6. Neurosensori
Gejala:
kehilangan kesadaran sementara, kehilanagan pendengaran, perubahan dalam
penglihatan seperti ketajamannya, kehilangan sensori seperti kesulitan dalam
menginterprestasikan stimuli visul.
Tanda: perubahan
kesadaran biasa sampai koma, perubahan status mental(orientasi, kewaspadaan,
perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan
memori), perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata,
ketidakmampuan mengikuti, kehilangan penginderaan, hemiparase, kehilangan
sensasi sebagian tubuh.
2.10.1.7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Sakit
kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Tanda: Wajah
menyeringai, respon menarik terhadap rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak
bisa beristrirahat, merintih.
2.10.1.8. Pernafasan
Tanda: perubahan
pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi, stridor,
tersedak, ronkhi.
2.10.1.9. Keamanan
Gejala: trauma
baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda: Fraktur
dislokasi, gangguan penglihatan, laserasi pada kulit, gangguan rentang gerak,
gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
2.10.1.10. Interaksi sosial
Tanda: Afasia motorik
atau sensorik, bicara tanpa arti, atau bicara berulang-ulang.
2.10.1.11. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala: Penggunaan Alkohol/obat
lain.
2.10.2. Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, dan
Evaluasi.
Diagnosa yang muncul
menurut Nanda (2009-2011) dan Muttaqin (2008: 162-164) diagnosa keperawatan
yang muncul pada klien cidera kepala dan
intervensi adalah:
2.10.2.1. Resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma kepala,
Nanda(2011).
2.10.2.2. Ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan disfungsi neuromuscular, Nanda(2011).
2.10.2.3. Nyeri
akut berhubungan dengan agen cidera (misalnya biologis, zat kimia, fisik,
psikologis), Nanda (2012).
2.10.2.4. Tidak
efektif bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya jalan nafas buatan
pada trakea, peningkatan sekresi secret, dan ketidakmampuan batuk efektif
sekunder akibat nyeri dan kelelahan, Muttaqin (2008).
2.10.2.5. Resiko
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang berhubungan dengan gangguan
alat bantu nafas (respirator), Munttaqin(2008 hal. 287).
2.10.2.6. Gangguan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan perubahan mencerna
makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme, Muttaqin(2008 hal. 288).
2.10.2.7. Resiko
tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang sekunder dari
kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat intra serebral
hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma, Muttaqin (2008 hal.285).
2.10.3. Intervensi Keperawatan
2.10.3.1. Resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma kepala.
Intervensi
:
a. Tentukan
faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang menyebabkan
koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
Rasional : Menentukan
pilihan intervensi
b. Pantau/catat
status neurologis secara teratur dan dibandingkan dengan nilai standar.
Rasional : Mengkaji
adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensi peningkatan TIK dan
bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
c. Kaji
respon motorik terhadap perintah yang sederhana.
Rasional : Petunjuk
untuk mengetahui kesadaran pasien yang matanya tertutup sebagai akibat dari
trauma atau pasien yang afasia.
d. Evaluasi
keadaan pupil, catat ukuran, ketajaman, kesamaan antara kiri dan kanan, dan
reaksi terhadap cahaya.
Rasional : reaksi pupil
diatur oleh saraf cranial okulomotor (111) dan berguna untuk menentukan apakah
batang otak masih baik.
e. Kolaborasi
pembatasn pemberian cairan sesuai indikasi, berikan cairan melalui IV dengan
alat kontral.
Rasional : Pembatasan
cairan mungkin diperlukan untuk menurunkan edema serebral, meminimalkan
fluktuasi aliran vaskular, tekanan darah (TD) dan TIK.
f. Kolaborasi
pemberian obat sesuai indikasi (diuretik, steroid, antikonvulsan, anagetik).
Rasional : Diuretik
dapat digunakan fase akut untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema
otak dan TIK. Steroid menurunkan inflamasi. Antikonvulsan adalah obat pilihan
untuk mengatasi dan mencegah terjadinya kejang. Analgetik dapat di indikasikan
untuk menghilangkan nyeri.
2.10.3.2. Ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan disfungsi neuromucular.
Intervensi :
a. Pantau
frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
Rasional : Perubahan
dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal.
b. Angkat
kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi.
Rasional : Untuk
memudahkan eksvansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah
jatuh kebelakang yang menyumbat jalan nafas.
c. Anjurkan
klien untuk melakukan nafas dalam yang efektif jika pasien sadar.
Rasional
:Mencegah/menurunkan atelektatis.
d. Pantau
pengguanaan dari obat-obatan deprensen pernafasan, seperti sedative.
Rasional : Dapat
meningkatkan gangguan/komplikasi pernafasan.
e. Kolaborasi
pemberian tindakan nebulezer ultrasonic atau oksigen sesuai program institusi.
Rasional :
Memaksimalkan oksigen pada arteri dan tanda-tanda komplikasi yang berkembang.
2.10.3.3. Nyeri
akut berhubungan dengan agen cidera (misalnya biologis, zat kimia, fisik,
psiologis).
Intervensi
:
a. Lakukan
pengkajian secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, dan faktor presipitasi.
b. Ajarkan
relaksasi : Teknik untuk menurunkan ketegangan otot rangka yang dapat
menurunkan intensitas nyeri dan juga meningkatkan relaksasi masase.
c. Observasi
relaksasi nonverbal dan ketidaknyamanan.
d. Berikan
kesempatan waktu istirahat bila rasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman
misalnya ketika tidur, belakangnya di pasang bantal kecil.
Rasional : Istirahat
akan merelaksasikan semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
e. Kaji
kultur yang mempengaruhi respon nyeri.
f. Kolaborasi
dengan dokter, pemberian analgetik.
Rasional : Analgetik
memblok lintasan nyeri, sehingga akan berkurang.
2.10.3.4. Tidak
efektif bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya jalan nafas buatan
pada trakea, peningkatan sekresi secret, dan ketidakmampuan batuk efektif
sekunder akibat nyeri dan kelemahan.
Intervensi :
a. Kaji dalam nafas
Rasional
: Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi secret, sisa cairan mucus,
perdarahan, bronkhospasme, dan/atau
posisi dari endotracheal/ tracheastomy
tube yang berubah.
b. Lakukan
penghisapan lendir jika diperlukan, batasi durasi penghisapan dengan 15 detik
atau lebih.
Rasional : Penghisapan
lendir tidak selamanya dilakukan terus-menerus, dan durasinya pun dapat
dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia.
c. Atur/rubah
posisi klien secara teratur(tiap 2 jam).
Rasional : Mengatur
pengeluaran secret dan ventilasi segmen paru-paru, mengurangi resiko
ateletaksis.
d. Berikan
minuman hangat jika keadaan memungkinkan.
Rasional : Membantu
mengencerkan secret, mempermudah pengeluaran secret.
e. Kolaborasi
dengan dokter pemberian ekspektoran, antibiotik, fisioterapi dada dan konsul
foto thoraks.
Rasional : Ekspektoran
untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan mengevaluasi perbaikan kondisi atas
pengembangan parunya.
2.10.3.5. Resiko
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penggunaan alat
bantu nafas(respirator).
Intevensi :
a. Pertahankan secara ketat inteke dan ouput.
Rasional : Untuk
mencegah mengidentifikasi secara dini terjadi kelebihan cairan.
b. Timbang
berat badan tiap hari
Rasional : Peningkatan
berat badan merupakan indikasi berkembangnya dan bertambahnya edema sebagai
manifestasi dari kelebihan cairan.
c. Kaji
dan observasi suara nafas, vocal fremitus, hasil foto thoraks.
Rasional : Adanya
ronkhi basan, vokal fremitus menandakan adanya edema paru-paru.
d. Hitunglah
jumlah cairan yang masuk dan keluar.
Rasional : memberikan
informasi tentang keadaan cairan tubuh secara umum untuk mempertahankannya
tetap seimbang.
e. Kolaborasi
pemberian cairan melalui infus jika di indikasikan.
Rasional : Mempertahankan
volume sirkulasi dan tekanan osmotik.
2.10.3.6. Gangguan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan perubahan
kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme.
Intervensi :
a. Evaluasi kemampuan makan klien.
Rasional : Klien dengan
tracheastomy tube mungkin sulit untuk
makan, tetapi klien dengan endotracheal
tube dapat menggunakan mag slang
atau makan parentak.
b. Monitor
keadaan otot yang menurun dan kehilangan lemak subkutan.
Rasional : Menunjukan
indikasi kekurangan energi otot dan mengurangi fungsi otot-otot pernafasan.
c. Berikan
makanan kecil dan lunak.
Rasional : Mencegah
terjadinya kelemahan, memudahkan masuknya makanan dan mencegah gangguan pada
lambung.
d. Kajilah
fungsi sistem gastrointerstinal yang meliputi suara bising usus, catat terjadi
perubahan pergerakan usus misalnya diare, konstipasi.
Rasional : Fungsi
sistem gastrointerstinal sangat penting untuk memasukan makanan. Ventilator
dpat menyebabkan kembung dan perdarah lambung.
e. Anjurkan
pemberian cairan 2500 cc/hari selama tidak terjadi gangguan jantung.
Rasional : Mencegah
terjadinya dehidrasi akibat penggunaan ventilator selama tidak sadar dan
mencegah terjadinya konstipasi.
2.10.3.7. Resiko
tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang sekunder dari
kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik besifat intraserebral
hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma.
Intervensi :
a. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan
individu/penyebab koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab
peningkatan TIK.
Rasional : Deteksi dini
untuk meperioritaskan intervensi, mangkaji status neurologis/tanda-tanda
kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
b. Monitor
TTV tiap 4 jam.
Rasional : Suatu
keadaan normal bila sirkulasi serebaral terplihara dengan baik atau fluktuasi
ditandai dengan tekanan darah sistenik, penurunan dari autoregulator kebanyakan
merupakan tanda penurunan difusi lokal vaskularisasi darah serebral.
c. Evaluasi
pupil, amati ukuran, ketahaman dan reaksi terhadap cahaya.
Rasional : reaksi pupil
dan pergerakan bola mata merupakan tanda dari gangguan saraf jika batang otak
terkuyak.
d. Pertahankan
kepala dan leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal.
Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala.
Rasional : Perubahan
kepala pada situasi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan
menghambat aliran darah otak untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
e. Kolaborasi
pemberian obat osmosis diuretik, steroid, analgesik dan antiperetik.
Rasional : Diuretik
dapat digunakan pada fase akut untuk menurunkan air inflamasi. Antikonvulsan
adalah obat pilihan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya kejang. Analgetik
dapat diindikasikan untuk menghilangkan nyeri.
2.11. Evaluasi
2.11.1. Kriteria evaluasi Diagnosa 1 :
2.11.1.1. Mempertahankan
tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi dan fungsi motorik/sensori.
2.11.1.2. Mendemontrasikan
tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
2.11.2. Kreteria evaluasi Diagnosa 2 :
2.11.2.1. Menujukkan
pola nafas efektif.
2.11.2.2. Status
pernafasan : ventilasi tidak terganggu
2.11.2.3. Tidak
ada penggunaan obat bantu
2.11.2.4. Tidak
ada bunyi nafas tambahan
2.11.3.
Kreteria evaluasi Diagnosa 3 :
2.11.3.1. Menunjukan
teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
2.11.3.2. Mengenali
faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri.
2.11.4.
Kreteria evaluasi Diagnosa 4 :
2.11.4.1. Bunyi
nafas terdengar bersih
2.11.4.2. Ronkhi
tidak terdengar
2.11.4.3. Tracheal
tube bebas sumbatan
2.11.4.4. Menunjukan
batuk yang efektif
2.11.4.5. Tidak
ada lagi secret di saluran pernafasan
2.11.5. Kreteria evaluasi Diagnosa 5 :
2.11.5.1. Klien
menunjukan tekanan darah, berat badan, nadi dalam batas normal.
2.11.5.2. Intake
dan output dalam batas normal.
2.11.6. Kreteria evaluasi Diagnosa 6 :
2.11.6.1. Mengerti
tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
2.11.6.2. Memperlihatkan
kenaikan berat badan sesuai dengan pemeriksaan laboratorium.
2.11.7. Kreteria evaluasi Diagnosa 7 :
2.11.7.1. Klien
tidak gelisah
2.11.7.2. Klien
tidak mengeluh nyeri lepala, mual-mual dan muntah
2.11.7.3. GCS
4,5,6
2.11.7.4. Tidak
terjadi papil edema
2.11.7.5. TTV
dalam batas normal
BAB
3
HASIL
ASUHAN KEPERAWATAN
PRE
OP CIDERA KEPALA
3.1.
Gambaran kasus
3.1.1.
Identitas klien
Tn.
F berumur 25 tahun, berjenis kelamin laki-laki, beragama Islam,
berkewarganegaraan Indonesia, dan memiliki pendidikan terakhir S1 PGSD. Klien
bekerja sebagai guru PNS, berstatus belum menikah, beralamat di jalan Zam-zam
Jailani Guntung Luar Banjarbaru. Klien masuk RSUD Ulin Banjarmasin pada tanggal
02 Mei 2014 no RMK 1.10.xx.xx. di ruang Bedah Umum (Tulip I) pada tanggal 02
Mei 2014 dengan diagnosis Cidera Kepala Sedang. Pengkajian dilakukan pada
tanggal 03 Mei 2014.
3.1.2.
Keluhan utama
Pada
saat pengkajian tanggal 03 Mei 2014
klien tampak gelisah dengan kesadaran somnolent dengan GCS : 3.3.5.
Keterangan:
3:
Terhadap perintah
3:
Kata-kata yang tak beraturan
5:
Melokalisasi nyeri
3.1.3.
Riwayat penyakit sekarang
Berdasarkan
dari informasi keluarga klien, pada tanggal 02 Mei 2014 sekitar pukul 12:00
WITA klien mengalami kecelakaan lalu lintas darat, saat kecelakaan tersebut
klien terpental. Klien langsung tak sadarkan diri dan langsung dibawa ke Ruamah
Sakit Banjarbaru. Karena peralatan dan ruangan yang penuh, maka klien dirujuk
ke RSUD Ulin Banjarmasin untuk perawatan lebih lanjut pada pukul 15:00 tanggal
02 Mei 2014.
3.1.4.
Riwayat penyakit dahulu
Klien
belum pernah masuk rumah sakit sebelumnya. Klien tidak pernah menderita
penyakit yang serius seperti Diabetes Melitus, Hipertensi, TB paru dan
Hepatitis.
3.1.5.
Riwayat penyakit keluarga
Keluarga
klien tidak ada yang mengalami penyakit menular lainnya seperti : Diabetes
Militus, Hipertensi, TB paru dan
Hepatitis.
3.1.6.
Pengkajian
3.1.6.1.
Keadaan umum
Hasil
pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 03 Mei 2014 di dapatkan data,
kesadaran klien somnolent dengan GCS: 3.3.5 (3: Respon membuka mata terhadap
perintah, 3: Kata-kata yang tidak teratur, 5: Respon menarik melokalisasi
nyeri). Tekanan darah 120/90 mmHg, Nadi 74 x/menit, respirasi 19 x/menit dan
suhu tubuh 36,1 oC.
3.1.6.2. Pemeriksaan head to toe
a. Kulit dan kuku
Keadaan kulit klien
cukup bersih, warna kulit klien sawo matang, terdapat luka lecet pada kulit
klien, semua luka tampak sudah kering, tidak ada edem, tidak terjadi tanda
infeksi (rubor, kalor, dulor, dan fungsio laesa), turgor kulit baik (jika di
cibit kembali dalam waktu < 2 detik), tidak ada kelainan bentuk kuku normal.
b. Kepala
dan leher
Keadaan kepala cukup
bersih, terdapat lebam dan bengkak pada kepala sebalah kanan, adanya luka lecet
pada bagian kepala sebelah kanan. Pada CT scan yang di lakukan terhadap klien
terdapat perdarahan pada otak sebelah kanan, pada leher klien tidak terlihat
peningktan vena jugularis ataupun pembesaran kelenjar tiroid.
c. Mata
dan penglihatan
Keadaan mata cukup
bersih hanya pada mata kiri klien terlihat bengkak dan biru akibat benturan,
klien hanya dapat membuka mata dengan rangsangan nyeri.
d. Hidung
dan penciuman
Keadaan
hidung cukup bersih, hanya sedikit ada sekret bekas perdarahan yang keluar saat
kecelakaan, struktur hidung simetris, fungsi penciuman klien baik, klien tidak
menggunakan O2 dan NGT.
e. Pendengaran
dan telinga
Keadaan struktur
telinga kiri dan kanan simetris, kebersihan kurang, terdapat ada sekret bakas
perdarahan, fungsi pendengaran baik, klien mendengar ketika dipanggil. Klien
tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
f. Mulut
dan gigi
Keadaan mulut dan gigi
cukup bersih, mukosa bibir tampak lembab, hanya sedikit ada bekas darah akibat
muntah, dan tidak ada peradangan pada mulut dan gusi klien, klien tidak
menggunakan gigi palsu, keadaan gigi lengkap.
g. Dada,
pernafasan dan sirkulasi
Bentuk dada klien
simetris, tidak ada trauma dada, pola nafas klien normal, dan klien tidak
menggunakan alat bantu pernafasan, frekuensi nafas 19x/menit. Tidak terdapat
bunyi nafas tambahan seperti whezing atau ronkhi. Bunyi jantung normal S1 S2
tunggal dan irama jantung reguler, CRT kembali < 2 detik.
h. Abdomen
Keadaan abdomen cukup
bersih, tidak ada edem atau asites, tidak ada pembesaran hati, saat diperkusi
terdengar timpani bising usus 8x/menit.
i. Genetalia
dan reproduksi
Klien berjenis kelamin
laki-laki, klien menggunakan kateter menetap.
j. Ekstermitas
atas dan bawah
Struktur ekstermitas
atas dan bawah antara kaki kiri dan kanan tampak simetris, tidak terdapat
fraktur pada ekstermitas atas dan bawah. Pada ekstermitas atas terpasang infus
NS 30 tpm.
Skala otot:
3333
|
3333
|
3333
|
3333
|
Keterangan:
-Skala otot 3 ( Gerakan normal menetang gravitasi)
3.1.6.3. Kebutuhan fisik psikologi sosial dan
spiritual
a. Aktivitas dan
istirahat
Aktivitas klien sebagai
guru, klien tinggal bersama Ayah dan Ibu, klien mampu melakukan aktivitas
secara mandiri, klien jarang tidur siang kerena sibuk di sekolah untuk
mengajar, tidur malam sekitar 6-7 jam, tidak ada keluhan dalam tidur klien.
Di rumah sakit; klien
hanya menghabiskan waktu di atas tempat tidur saja. Dalam memenuhi aktivitas
sehari-hari klien dibantu oleh keluarganya. Skala aktivitas 4 (Sangat
tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan)
keluarga klien mengatakan klien tidur malam sedikit gelisah.
b.
Nutrisi
Kebutuhan nutrisi di
rumah: frekuensi makan klien tiga kali sehari, dengan menu bervariasi, terdiri
dari nasi, sayur, lauk, dengan porsi satu piring setiap kali makan. Nafsu makan
baik, minum klien cukup, jenis minuman tergantung apa yang dikehendaki.
Di rumah sakit; saat
pengkajian, keluarga klien mengatakan klien hanya minum air putih dan susu
sedikit, karna kesadaran klien yang kurang, semua aktivitas klien di bantu oleh
keluarganya, klien di bantu keluarga dengan menggunakan sendok untuk memberi
minum klien.
c.
Personal hygine
Personal hygine di
rumah: klien mandi dua kali dalam sehari, gosok gigi du kali sehari, keramas
setiap kali mandi, ganti baju bila kotor, ptong kuku jika panjang.
Di rumah sakit;
keluarga klien mengatakan klien hanya diseka dan di bersihkan mulut dan
giginya, klien diseka keluarganya dua kali sehari dengan menggunakan
waslap/handuk yang telah di basahi terlebih dahulu.
d.
Eliminasi (BAK dan BAB)
Dirumah: klien BAB ±
satu kali sehari, BAK tergantung banyak atau tidaknya minum.
Di rumah sakit;
kleluarga klien mengatakan BAB hanya satu kali dengan konsistensi lembek, klien
tidak menggunakan pampres, BAK klien menggunakan kateter menetap dangan jumlah
urine 200cc sejak pagi, warna urin kuning jernih.
e.
Seksualitas
Klien tidak mengalami
gangguan seksualitas, klien berumur 25 tahun, klien belum pernah menikah.
f.
Psikologis
Kebutuhan psikplogis:
klien tidak sadar dan klien hanya bereaksi ketika dengan rasa nyeri.
g. Spiritual
Klien beragama Islam,
dan keluarga klien selalu berdo’a untuk kesembuhan klien.
3.1.7. Pemeriksaan
penunjang
3.1.7.1 Pemeriksaan CT
Scan
Pada tanggal 02 Mei
2014, di lakukan pemeriksaan CT Scan terhadap klien. Hasil pemeriksaan dan
kesimpulan yang diambil dari pemeriksaan CT Scan tersebut adalah CKS dan adanya
pendarahan pada otak sebelah kanan.
3.1.7.2.
Pemeriksaan Darah Laboratorium pada tanggal 02 Mei 2014
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1. Hasil
Laboratorium
Pemeriksaan
|
Hasil
|
Nilai rujukan
|
Satuan
|
Hematologi
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
RDW-CV
MCV,MCH,MCHC
MCV
MCH
MCHC
HITUNG
JENIS
Gran%
Limposit%
MID%
Gran#
Limposit#
MID#
KIMIA
GULA DARAH
Gula darah sewaktu
HATI
SGOT
SGPT
GINJAL
Ureum
Creatinin
ELEKTROLIT
Natrium
|
13.8
30.3
4.78
41.5
22.4
14.3
86.9
28.8
32.2
84.5
10.0
5.5
25.60
3.0
1.7
227
56
26
21
1.2
141.6
|
14.00-18.00
4.0-10.5
4.50-6.00
42.00-52.00
150-450
11.5-14.7
80.0-97.0
27.0-32.0
32.0-38.0
50.0-70.0
25.0-40.0
4.0-11.0
2.50-7.00
1.25-4.0
< 200
0-45
0-45
10-50
0.7-14
135-146
|
g/dl
ribu/ul
juta/ul
vol%
ribu/ul
%
fi
pg
%
%
%
%
ribu/ul
ribu/ul
ribu/ul
mg/dl
u/l
u/l
mg/dl
mg/dl
mmol/i
|
3.1.8.
Terapi obat
Tabel
2. Terapi Farmakologi
Nama klien
|
Nama obat
|
Dosis
|
Cara
|
Waktu
|
Dok
|
Tn.F
|
INFUS
D5 NS
Inj.
Ceftriaxone
Inj.
Ketorolac
Inj.
Ranitidin
|
30 tpm
2x1 gr
2x1 gr
2x1gr
|
IV
IV
IV
IV
|
24 jam
22.00 & 10.00
17.00, 01:00 & 10:00
22:00 & 10-00
|
|
3.1.9.
Data Fokus
3.1.9.1.
Data Subjektif
a.
Keluarga klien mengatakan klien tampak gelisah
b.
Keluarga klien mengatakan terdapat luka lecet pada kepala sebelah kanan
c.
Keluarga klien mengatakan aktivitas klien di bantu oleh keluarga
d.
Keluarga klien mengatakan klien hanya bisa minum air putih dan susu sedikit,
klien belum bisa makan
3.1.9.2.
Data Objektif
a.
Terdapat luka lecet pada kepala sebelah kanan
b.
Terdapat lebam dan bengkak pada kepala sebelah kanan
c.
Terdapat bekas darah pada telinga dan hidung klien
d.
Klien tampak gelisah
e.
Skala aktivitas klien 4 (Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan)
f. Skala otot klien:
3333
|
3333
|
3333
|
3333
|
Keterangan:
-Skala otot 3 ( Gerakan normal menetang gravitasi)
g.
Aktivitas klien tampak di bantu keluarga
h.
Klien tampak lemah
i.
Kebersihan klien terlihat kurang terjaga
j.
Klien tampak menggunakan infus pada ekstermitas atas kanan
k.
Klien tampak tidak bisa makan
l.
Klien tampak minum sedikit
m.
Klien tampak tidak memakan makanan yang di sediakan rumah sakit
o.
Klien tampak menggunakan kateter menetap
p.
Leukosit klien 30.3
q.
Suhu tubuh klien 36,1 oC
r.
Kesadaran klien somnolent dengan GCS: 3,3,5
Keterangan:
3:
Respon membuka mata terhadap perintah
3:
Kata-kata yang tidak teratur
5:
Respon motorik melokalisasi nyeri
3.2. Analisa Data
Dari
hasil pengkajian pada klien Tn.F di dapatkan data sebagai berikut:
Tabel 3. Analisa Data
No.
|
Data
|
Masalah
|
Etiologi
|
||||
1.
|
DS
-Keluarga
klien mengtakan terdapat luka lecet pada kepala sebelah kanan
-Keluarga
klien mengatakan terjadinya bengkak pada kepala sebalah kanan
DO
-Terdapat luka
lecet pada kepala sebelah kanan
-Terdapat
lebam dan bengkak pada kepala sebelah kanan
-Terdapat
bekas darah pada telingga klien
-Kesadaran
klien somnolent dengan GCS: 3,3,5
Keterangan:
3: Respon
membuka mata terhadap perintah
3: Kata-kata yang
tidak teratur
5: Respon
motorik melokalisasi nyeri
|
Resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak
(Nanda,2013 hal:90)
|
Trauma kepala
|
||||
2.
|
DS
-Keluarga
klien mengatakan klien tampak gelisah
DO
-Klien
tampak gelisah
-Klien
selalu beralih-alih posisi kekiri dan kekanan
-Kesadaran
klien somnolent dengan GCS: 3,3,5
Keterangan:
3: Respon
membuka mata terhadap perintah
3: Kata-kata
yang tidak teratur
5: Respon
motorik melokalisasi nyeri
|
Resiko cidera
(Nanda,2013 hal: 90)
|
Penurunan tingkat kesadaran,
gelisah
(Nanda, 2013 hal: 90)
|
||||
3.
|
DS
-Keluarga klien mengatakan aktivitas
klien di bantu oleh keluarga
DO
-Aktivitas klien tampak di bantu
keluarga
-Klien tampak lemah
-Skala aktivitas 4 (Sangat tergantung
dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan)
-Skala otot
keterangan:
-Skala
otot 3
(
Gerakan normal menetang gravitasi)
-Kesadaran
klien somnolent dengan GCS: 3,3,5
Keterangan:
3: Respon
membuka mata terhadap perintah
3: Kata-kata
yang tidak teratur
5:
Respon motorik melokalisasi nyeri
|
Hambatan mobilitas fisik
(Nanda,2013 hal: 90)
|
Kerusakan persepsi/kognetif
(Nanda,2013 hal: 90)
|
||||
4.
|
DS
-Keluarga
klien mengatakan klien hanya bisa minum air putih dan susu sedikit, klien
belum bisa makan
DO
-Klien
tampak tidak bisa makan
-Klien
tampak minum sedikit
-Klien
tampak tidak memakan makanan yang di sediakan rumah sakit
-Kesadaran
klien somnolent dengan GCS: 3,3,5
Keterangan:
3: Respon
membuka mata terhadap perintah
3: Kata-kata
yang tidak teratur
5:
Respon motorik melokalisasi nyeri
|
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
(NIC-NOC, Edisi 7 hal: 319)
|
Ketidakmampuan untuk
menelan/mebcerna makanan
(NIC-NOC, Edisi 7 hal: 319)
|
||||
5.
|
DS
-Kleluarga
klien mengatakan klien tidak ada mandi selama di rumah sakit, klien hanya di seka
DO
-Kebersihan
klien terlihat kurang terjaga
-Skala
aktivitas 4 (Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi
dalam perawatan)
-Kesadaran
klien somnolent dengan GCS: 3,3,5
Keterangan:
3: Respon
membuka mata terhadap perintah
3: Kata-kata
yang tidak teratur
5:
Respon motorik melokalisasi nyeri
|
Difisit perawatan diri
(mandi/hiygine)
(NIC-NOC, Edisi 7 hal 421)
|
Kelemahan
(NIC-NOC, Edisi 7 hal: 421)
|
||||
6.
|
Faktor
Resiko
-Terdapat
bekas luka pada kepala sebelah kanan
-Tampak
luka lecet pada kepala sekir 3 cm
-
Tampak tidak terjadi (rubor, kalor, dulor, dan fungsio laesa)
-Leukosit
30.3
-Suhu
tubuh 36,1 oC
|
Resiko Infeksi
(Nanda,2013 hal: 90)
|
|
3.3. Prioritas Masalah
3.3.1.
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma kepala
3.3.2.
Resiko Cidera berhubungan dengan Penurunan tingkat kesadaran, gelisah
3.3.3.
Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Kerusakan persepsi/kognitif
3.3.4.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Ketidakmampuan untuk
menelan makanan
3.3.5.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan Kelemahan
3.3.6.
Resiko Infeksi
3.4. Intervensi
Setelah
di temukan masalah pada klien maka di lakukan intervensi seagai berikut:
Tabel 4. Intervensi
No
|
Diagnosa keperawatan
|
Perencanaan
|
||
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
||
1.
|
Resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d trauma kepala
|
Masalah
resiko ketidakefektifan perfusi jaringan teratasi/berkurang dalam 1 hari dinas dengan kriterial hasil:
1.Pasien
mempertahankan atau meningkatkan kesadaran
2.Pasien
dapat melakukan aktivitas
3.Pasien
dapat mempertahankan asupan dan haluaran
|
1.Kaji tanda-tanda vital klien
2.Batasi gerakan pada kepala, leher
dan punggung
3.Tinggikan bagian kepala tempat tidur
pasien 30 derajat
4.Gunakan sarung tangan untuk proteksi
5.Monitor kemampuan BAB
6.Kolaborasi pemberian analgetik
|
1.Untuk
mendeteksi secara dini tanda-tanda penurunan tekanan perfusi serebral dan
peningkatan TIK
2.Untuk
mempertahankan aliran karotis tanpa halangan sehingga dapat mempasilitasi
perfusi
3.Untuk
mencegah peningkatan tekanan intraserebral
4.Mencegah
terjadinya komplikasi penyakit
5.Untuk
menentukan intervensi selanjutnya
6.Untuk
mencegah terjadinya kesalahan dalam pemberian dosis
|
2.
|
Resiko
cidera b.d penurunan tingkat kesadaran
|
Masalah
resiko cidera teratasi dalam 1 hari perawatan dengan kriterial hasil:
1.Klien dan keluarga dapat mejelaskan
faktor apa saja yang dapat mengakibatkan cidera
2.Keluarga klien dapat mempertahankan lingkungan
yang aman
|
1.Sediakan
lingkungan yang aman untuk klien
2.Menghindari
lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
3.Memasang
pagar tempat tidur
4.Menyedikan
tempat tidur yang nyaman dan bersih
5.Berikan
penjelasan pada klien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab penyakit
|
1.Untuk mengurangi kemungkinan cidera
2.Lingkungan yang aman mencegah
terjadinya cidera
3.Pemasangan pagar mencegah
kemungkinan klien jatuh
4.Tempat yang nyaman dan bersih dapat
membantu klien merasa nyaman
5.Dengan
tindakan ini klien dan anggota keluarga dapat mengubah lingkungan dalam
mencapai tingkat kebersihan yang optimal
|
3.
|
Hambatan
mobilitas fisik b.d Kerusakan perspsi/kognetif
|
Masalah
Hambatan mobilitas fisik dpat berkurang/teratasi dalam 1 hari perawatan
dengan kriterial hasil:
1.Klien
mempertahankan kekuatan otot dan ROM sendi
2.Klien
tidak memperlihatkan adanya kesulitan dalam beraktivitas
3. Mengerti dalam tujuan peningkatan
mobilitas
4.Memperbalisasikan perasaan dalam
meningkatkan dan kemampuan berpindah
|
1.Kaji
derajat/skala aktivitas klien
2.Kaji skala otot
3.Bantu klien
dalam pemenuhan aktivitas sederhana (makan, minum kebersihan diri, berpakaian
dan pemenuhan nutrisi)
4.Evaluasi
tingkat aktivitas yang dapat di lakukan klien
5.Hindari
berbring atau duduk dalam posisi yang sama dalam waktu yang lama
6.Bantu dsn
ajarkan klien ROM aktif maupun pasif
|
1.Memudahkan
menentukan intervensi selanjutnya
2.Kekuatan
otot yang baik merupakan syarat untuk beraktivitas
3.Memudahkan klien memenuhi kebutuhan
fisiknya dan menghindari terjadinya nyeri
4.Mengetahui
sejauhmana aktivitas yang sudah dapat di lakukan oleh klien
5.Mencegah
terjadinya komplikasi akibat penekanan yang terlalu lama
6.Mencegah
kekakuan sendi
|
4.
|
Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan menelan/mencerna makanan
|
Masalah
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi/berkurang dalam 1 hari
perawatan dengan kriterial hasil:
1.Klien
mampu menghabiskan makanan yang di sediakan rumah sakit
2.Klien
makan secara mandiri tanpa di dorong
3.Klien menunjukan nafsu makan yang
bertambah
|
1.Kaji
adanya alergi makanan
2.Pantau asupan dan haluaran klien
3.Monitor mual dan muntah
4.Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi pada keluarga
|
1.Mencegah terjadinya
komplikasi/alergi pada klien
2.Karena
berat badan dapat meningkat sebagai akibat dari retensi cairan
3.Untuk
merrencanakan intervensi selanjutnya
4.Pemberian
nutrisi yang cukup dapat mempercepat pemulihan
|
5.
|
Defisit
perawatan diri (mandi/hygine) b.d kelemahan
|
Masalah
difisit perawatan diri dapat teratasi dalam 1 hari perawatan dengan kriterial
hasil:
1.Klien terbebas dari bau badan
2.Klien tampak segar dan wangi
3.Kulit klien bersih dan lembab
|
1.Monitor kemampuan klien untuk
perawatan diri dengan mandiri
2.Berikan perawtan personal hygine
(menyeka klien)
3.Ganti pakaian klien jika kotor
4.Berikan bedak pada tubuh klien
5.Ajarkan
klien atau keluarga klien untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan
bantuan hanya jika klien tidak mampu untuk melakukannya
|
1.Mengetahui intervensi selanjutnya
2.Agar
klien terlihat lebih bersih
3.Menjaga kebersihan klien
4.Agar
kulit klien tidak lengket
5.Membantu aktivitas yang tidak bisa
di lakukan klien
|
6.
|
Risiko
Infeksi
|
Masalah
resiko infeksi dapat berkurang atau teratasi dalam 1 hari perawatan dengan
kriterial hasil:
1.Klien terbebas dari tanda dan gejala
infeksi (rubor, kalor, dulor, dan fungsio laesa)
2.Mendeskripsikan
proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penjularan serta
penatalaksanaannya
3.Menunjukan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi
4.Jumlah
leukosit dalam batas normal
|
1.Bersihkan lingkungan setelah di
pakai pasien lain
2.Mencuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan
3.Kaji tanda-tanda infeksi (Rubor,
Kalor, Dulor, Tumor, dan Fungsio laesa)
4.Observasi keadaan luka
5.Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
|
1.Mencegah terjadinya infeksi lain
2.Mencegah terjadinya kontaminasi
kuman dari tangan
3. Rubor, Kalor, Dulor, Tumor, dan
Fungsio laesa
4.Mencegah terjadinya infeksi
5.Melindungi kontaminasi
|
3.5.
Implementsai
Setelah
dilakukannya intervensi maka di lanjutkan dengan implementasi tindakan tersebut
dapat di lihat tabel berikut:
Tabel 5. Implementasi
No.
|
Hari/
Tanggal
|
Pukul
|
No DX
|
Implementasi
|
Evaluasi Tindakan
|
Paraf
|
||||
1.
|
Sabtu,
03
Mei 2014
|
|
I
|
1.Mengkaji tanda-tanda vital klien
2.Membatasi gerakan pada kepala, leher
dan punggung
3.Meninggikan bagian kepala tempat
tidur pasien 30 derajat
4.Memonitor kemampuan BAB
5.Berkolaborasi pemberian analgetik
|
1.Tanda-tanda
vital:
TD: 120/90mmHg
N: 74x/menit
R: 19x/menit
T: 36,1oC
2.Klien tampak
berbaring di atas tempat tidur
3.Tempat tidur
klien tampak di tingikan sesuai dengan anjuran perawat
4.Pasien
selama di rumah sakit tidak ada BAB
5.
Pemberian
Inj. Ketorolac
2x1 gr
|
|
||||
2.
|
Sabtu,
03
Mei 2014
|
|
II
|
1.Menyediakan
lingkungan yang aman untuk klien
2.Menghindari
lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
3.Memasang pagar tempat tidur
4.Menyedikan
tempat tidur yang nyaman dan bersih
5.Memberikan
penjelasan pada klien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab penyakit
|
1.Klien tampak
aman di atas tempat tidur
2.Lingkungan
dekat klien tampak aman tidak terdapat benda yang membahayakan klien
3.Pagar tempat
tidur klien tampak terpasang
4.Tempat tidur
klien tampak bersih dan nyaman
5.Keluarga
klien mengerti penjelasan perawat
|
|
||||
3.
|
Sabtu,
03
Mei 2014
|
|
III
|
1.Mengkaji
derajat/skala aktivitas klien
2.Mengkaji
skala otot
3.Mengevaluasi tingkat aktivitas yang
dapat di lakukan klien
4.Menganjurkan
keluarga klien agar klien menghindari berbring atau duduk dalam posisi yang
sama dalam waktu yang lama
5.Bantu
dan ajarkan klien ROM aktif maupun
|
1.Skla aktivitas
klien 4 (Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi
dalam perawatan)
2.Skala
kekuatan otot
Keterangan:
3=Gerakan normal menetang gravitasi
3.Tampak
aktivitas dibantu oleh keluarga
4. Keluarga mendengarkan
dan mengerti penjelasan perawat
5.Klien
tidak dapat melakukan perintah perawat
|
|
||||
4.
|
Sabtu,
03
Mei 2014
|
|
IV
|
1.Mengkaji
adanya alergi makanan
2.Memantau
asupan dan haluaran klien
3.Memonitor
terjadinya mual dan muntah
4.Memberikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi pada keluarga
|
1.Keluarga
klien mengatakan klien tidak ada alergi terhadap makanan
2.Klien tidak
dapat memakan makanan yang di sediakan rumah sakit
3.Klien tidak
mengalami muntah
4.Keluarga
klien mengerti tentang penjelasan perawat
|
|
||||
5.
|
Sabtu,
03
Mei 2014
|
|
V
|
1.Memonitor kemampuan klien untuk
perawatan yang mandiri
2.Menyeka klien
3.Menganti pakaian klien
4.Memberikan
bedak pada klien
|
1.Klien
tidak dapat melakukan dengan sendiri
2.Klien tampak
lebih bersih dan tampak segar
3.Klien
terlihat lebih bersih setelah diganti pakaian
4.Agar
terlihat lebih segar
|
|
||||
6.
|
Sabtu,
03
Mei 2014
|
|
VI
|
1.Mengkaji
tanda infeksi (rubor, kalor, dulor, tumor dan fungsio laesa)
2.Mengobservasi
keadaan luka
3.Mempertahankan
tekhnik aseptik
4.Memantau
keadaan suhu
|
1.Tampak
pada luka di kepala tidak ada tanda infeksi
2.Tampak luka
lecet pada kepala sebelah kanan sekitar 3 cm
3.Kasa/perban
setiap hari selalu di ganti
4.Suhu tubuh
klien 36,1oC
|
|
3.6.
Evaluasi
Setelah
dilakukannya implementasi maka dapat di evaluasi sebagaimana tabel berikut:
Tabel 6. Evaluasi
No.
|
Hari/
Tanggal
|
Pukul
|
NO
DX
|
Evaluasi Hasil
|
||||
1.
|
Sabtu,
03
Mei 2014
|
|
I
|
S: -Keluarga
klien mengtakan terdapat luka lecet pada kepala sebelah kanan
-Keluarga
klien mengatakan terjadinya bengkak pada kepala sebalah kanan
O:
-Terdapat luka lecet pada kepala
sebelah kanan
- Terdapat
lebam dan bengkak pada kepala sebelah kanan
-Terdapat bekas darah pada telingga
klien
-Kesadaran klien Apatis dengan GCS:
3,3,5
Keterangan:
3: Respon
membuka mata terhadap perintah
3: Kata-kata
yang tidak teratur
5:
Respon motorik melokalisasi nyeri
A:
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak belum teratasi
P:
Intervensi di lanjutkan
1. Kaji
tanda-tanda vital
2. Membatasi
gerak klien
3. Mempertahankan
posisi klien
4. Kolaborasi
dalam pemberian analgetik
|
||||
2.
|
Sabtu,
03
Mei 2014
|
|
II
|
S:
Keluarga klien mengatakan klien tampak gelisah
O:
-Klien tampak
gelisah
-Klien selalu
beralih-alih posisi kekiri dan kekanan
-Kesadaran klien Apatis dengan GCS:
3,3,5
Keterangan:
3: Respon
membuka mata terhadap perintah
3: Kata-kata
yang tidak teratur
5: Respon motorik melokalisasi nyeri
A:
Resiko cidera teratasi sebagian
P:
Intervensi di lanjutkan
1.Sediakan
lingkungan yang aman untuk klien
2.Hindari
lingkungan yang berbahaya
3.pasang pagar
tempat tidur
4.Sedikan
tempat tidur yang nyaman dan bersih
|
||||
3.
|
Sabtu,
03
Mei 2014
|
|
III
|
S:
Keluarga klien mengatakan aktivitas klien di bantu oleh keluarga
O:
-Aktivitas klien tampak di bantu
keluarga
-Klien tampak lemah
-Klien tamak berbaring di atas tempat
tidur
-Skala aktivitas 4 (Sangat tergantung
dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan)
-Skala otot
keterangan:
-Skala otot 3
( Gerakan normal menetang gravitasi)
-Kesadaran
klien Apatis dengan GCS: 3,3,5
Keterangan:
3: Respon membuka mata terhadap
perintah
3: Kata-kata yang tidak teratur
5:
Respon motorik melokalisasi nyeri
A: Masalah
hambatan mobilitas fisik belum teratasai
P: Intervensi
di lanjutkan
1.Kaji
derajat/skala aktivitas klien
2.Kaji skala
otot
3.Bantu klien
dalam pemenuhan aktivitas
4.Evaluasi
tingkat aktivitas yang dapat di lakukan klien
5.Hindari
berbring atau duduk dalam posisi yang sama dalam waktu yang lama
|
||||
4.
|
Sabtu,
03
Mei 2014
|
|
IV
|
S:
Keluarga klien mengatakan klien hanya bisa minum air putih dan susu sedikit,
klien belum bisa makan
O:
-Klien
tampak tidak bisa makan
-Klien
tampak minum sedikit
-Klien
tampak tidak memakan makanan yang di sediakan rumah sakit
-Kesadaran klien Apatis dengan GCS:
3,3,5
Keterangan:
3: Respon membuka mata terhadap
perintah
3: Kata-kata yang tidak teratur
5:
Respon motorik melokalisasi nyeri
A:
Masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi
P:
Intervensi di lanjutkan
1.Kaji
adanya alergi makanan
2.Pantau
asupan dan haluaran klien
3.Monitor
mual dan muntah
4.Berikan
informasi tentang kebutuhan nutrisi pada keluarga
|
||||
5.
|
Sabtu,
03
Mei 2014
|
|
V
|
S:
Kleluarga klien mengatakan klien tidak ada mandi selama di rumah sakit, klien
hanya di seka
O:
-Kebersihan
klien terlihat kurang terjaga
-Skala
aktivitas 4 (Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi
dalam perawatan)
-Kesadaran
klien Apatis dengan GCS: 3,3,5
Keterangan:
3: Respon
membuka mata terhadap perintah
3: Kata-kata
yang tidak teratur
5:
Respon motorik melokalisasi nyeri
A:
Masalah difisit perawatan diri teratasi sebagian
P:
Intervensi di lanjutkan
1..Monitor
kemampuan klien untuk perawatan diri dengan mandiri
2.Berikan
perawtan personal hygine (menyeka klien)
3.Ganti
pakaian klien jika kotor
4.Berikan
bedak pada tubuh klien
5.Ajarkan
klien atau keluarga klien untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan
bantuan hanya jika klien tidak mampu untuk melakukannya
|
||||
6.
|
Sabtu,
03
Mei 2014
|
|
VI
|
S:
-Keluarga
klien mengatakan tidak ada kemerahan pada bekat luka klien
-Keluarga
klien mengatakan luka klien bersih
O:
-Luka
klien tampak bersih
-Tidak
ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dulor, dan fungsio laesa)
-Luka
klien tampak kering
-Luka
klien tampak tertutup kasa
A:
Masalah Resiko infeksi tidak terjadi
P:
Intervensi di lanjutkan
1.Kaji tanda-tanda infeksi (Rubor,
Kalor, Dulor, Tumor, dan Fungsio laesa)
2.Observasi keadaan luka
3.Memantau
keadaan suhu
|
3.7.
Catatan Perkembangan
Setelah
dilakukannya evaluasi pada hari pertama perawatan maka di hari kedua dilakukan
catatan perkembangan sebagaimana tabel berikut:
Tabel 7. catatan perkembangan
No.
|
Hari/
Tanggal
|
Pukul
|
NO
DX
|
Implementasi dan
Evaluasi Tindakan
|
Evaluasi
|
||||||||
1.
|
Minggu,
04
Mei 2014
|
|
I
|
1. Mengukur tanda-tanda vital ( TD: 110/80
mmHg, N: 78x/m, R: 20x/m, T: 36,0oC)
2. Membatasi
gerakan pada kepala, leher dan punggung
(Klien
tampak berbaring di atas tempat tidur)
3. Meninggikan
bagian kepala tempat tidur pasien 30 derajat
(Tempat
tidur pasien tampak di tinggikan)
4. Memonitor
kemampuan BAB
(Keluarga
klien mengatakan klien tidak ada BAB)
5. Berkolaborasi
pemberian analgetik
(Pemberian
inj. Ketorolac 2x1 gr IV)
|
S:
-Keluarga
klien mengatakan klien masih tidak sadar dan masih gelisah
O:
-Tampak bekas
darah pada telingga sudah kering
-Klien tampak
berbaring di atas tempat tidur
-Klien tampak
gelisah
-Tingkat
kesadaran klien Apatis dengan GCS: 3,3,5
Keterangan:
3: Respon
membuka mata terhadap perintah
3: Kata-kata
yang tidak teratur
5: Respon
motorik melokalisasi nyeri
A: Resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak belum teratasi
P:
Intervensi di lanjutkan
-Mengukur
tanda-tanda vital
-
Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
-Tinggikan tempat tidur 30o
-Kolaborasi
pemberian obat
|
||||||||
2.
|
Minggu,
04
Mei 2014
|
|
II
|
1. Menyediakan
lingkungan yang aman untuk klien
(Klien
tampak nyaman di atas tempat tidur)
2. Menghindari
lingkungan yang berbahaya (Lingkungan dekat klien tampak aman dan nyaman)
3. Memasang
pagar tempat tidur
(Pagar
tempat tidur tampak terpasang)
4. Menyedikan
tempat tidur yang nyaman dan bersih
(Tempat
tidur tampak nyaman dan bersih)
|
S:
-Keluarga
klien mengatakan anaknya gelisah saat tidur
O:
-Klien tampak
berbaring di atas tempat tidur
-Klien tampak
gelisah
-Klien tampak
beralaih-alih posisi
-Skala
aktivitas klien 4 (Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi
dalam perawatan)
-Tingkat
kesadaran klien Apatis dengan GCS: 3,3,5
Keterangan:
3: Respon
membuka mata terhadap perintah
3: Kata-kata
yang tidak teratur
5: Respon
motorik melokalisasi nyeri
A: Masalah
resiko cidera belum teratasi
P:Interpensi
di lanjutkan
-Sediakan lingkungan yang aman untuk
klien
-Menghindari
lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
-Memasang
pagar tempat tidur
-Menyedikan
tempat tidur yang nyaman dan bersih
|
||||||||
3.
|
Minggu,
04
Mei 2014
|
|
III
|
1. Mengkaji
derajat/skala aktivitas klien
(Skala
aktivitas klien 4:
Sangat
tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan
2. .Mengkaji
skala otot
(skala
kekuatan otot
keterangan:
-Skala otot 3
( Gerakan normal menetang gravitasi)
3.
Mengevaluasi tingkat aktivitas yang
dapat di lakukan klien
(Aktivitas
klien tampak di bantu keluarganya)
|
S:
-Keluarga
klien mengatakan segala aktivitas klien di bantu keluarga
O:
-Klien tampak
lemah dan berbaring di atas tempat tidur
-Tampak
aktivitas di bantu oleh keluarga
-Skala
aktivitas 4 ( Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi
dalam perawatan)
-Skala
kekuatan otot:
keterangan:
-Skala otot 3
( Gerakan normal menetang gravitasi)
A:
Masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi
P:
Intervensi di lanjutkan
-Kaji kembali
derajat/skala aktivitas klien
-Kaji klien
dalam pemenuhan aktivitas
-Evaluasi
tingkat aktivitas yang dapat di lakukan klien
|
||||||||
4.
|
Minggu,
04
Mei 2014
|
|
IV
|
1. Kaji
adanya alergi makanan
(Klien
tidak ada alergi makanan)
2. Pantau
asupan dan haluaran klien
(Klien
hanya minum sedikit dan makan tidak ada)
3. Monitor
mual dan muntah
(Klien
tidak ada muntah)
|
S:
-Keluarga
klien mengatakan klien hanya minum air putih dan susu sedikit tidak ada makan
O:
-Klien tampak
lemah
-Klien tidak
dapat makan
-Klien hanya
minum air putih dan sekali-kali minum susu
-tampak
terpasan infus D5 NS 30 tpm
A:
Masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi
P:
Intervensi di lanjutkan
-Kaji adanya
alergi makanan
-Pantau asupan
makanan klien
-Kaji adanya
penurunan berat badan
-Pantau mual
dan muntah
|
||||||||
5.
|
Minggu,
04
Mei 2014
|
|
V
|
1. Menyeka
klien
(Klien
tampak bsegar)
2. Menganti
pakaian klien
(Klien tampak
bersih)
|
S:
-Keluarga
klien mengatakan klien selalu di seka
O:
-Klien
tampak segar dan bersih
-Klien
tampak rapi
-Kulit
klien tampak lembab
A:
Masalah difisit perawatan diri teratasi
P:
Intervensi di hentikan
|
||||||||
6.
|
Minggu,
04
Mei 2014
|
|
VI
|
1.
Mengkaji tanda-tanda infeksi seperti:
rubor, kalor, dolor, tumor, dan fungsio laesa
(Tampak
pada luka tidak terjadi tanda-tanda infeksi)
2.
Mengobservasi keadaan luka
(Tampak luka
tertutup kasa)
3.
Memantau keadaan suhu
(Suhu tubuh
klien 36,0oC)
4.
Kolaborasi pemberiaan antibiotik
(Klien di
berikan antibotik ceftriaxon 2x1 gr IV)
|
S:
-Keluarga
klien mengatakan tidak ada kemerahan pada bekas luka klien
-Keluarga
klien mengatakan luka klien bersih
O:
-Luka
klien tampak bersih
-Tidak
ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dulor, dan fungsio laesa)
-Luka
klien tampak kering
-Luka
klien tampak tertutup kasa
A:
Masalah Resiko infeksi tidak terjadi
P:
Intervensi di lanjutkan
1.Kaji
tanda-tanda infeksi (Rubor, Kalor, Dulor, Tumor, dan Fungsio laesa)
2.Observasi keadaan luka
3.Memantau
keadaan suhu
|
||||||||
7
|
Senin,
05
Mei 2014
|
|
I
|
1. Mengukur
tanda-tanda vital ( TD: 120/80 mmHg, N: 80x/m, R: 20x/m, T: 36,5oC)
2. Membatasi
gerakan pada kepala, leher dan punggung
(Klien
tampak berbaring di atas tempat tidur)
3. Meninggikan
bagian kepala tempat tidur pasien 30 derajat
(Tempat
tidur pasien tampak di tinggikan)
4. Memonitor
kemampuan BAB
(Keluarga
klien mengatakan klien ada BAB sedikit dan BAB cair)
5. Berkolaborasi
pemberian analgetik
(Pemberian
inj. Ketorolac 2x1 gr IV )
|
S:
-Keluarga
klien mengatakan klien masih tidak sadar dan tidak ada perubahan
O:
-Klien tampak
berbaring di atas tempat tidur
-Klien tampak
gelisah
-Klien masih
tidak sadar
-Tingkat
kesadaran klien Apatis dengan GCS: 3,3,5
Keterangan:
3: Respon
membuka mata terhadap perintah
3: Kata-kata
yang tidak teratur
5: Respon
motorik melokalisasi nyeri
A: Resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak belum teratasi
P:
Intervensi di lanjutkan
-Mengukur
tanda-tanda vital
-
Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
-Tinggikan tempat tidur 30o
-Kolaborasi
pemberian obat
|
||||||||
8
|
Senin,
05
Mei 2014
|
|
II
|
1. Menyediakan
lingkungan yang aman untuk klien
(Klien
tampak nyaman di atas tempat tidur)
2. Menghindari
lingkungan yang berbahaya (Lingkungan dekat klien tampak aman dan nyaman)
3. Memasang
pagar tempat tidur
(Pagar
tempat tidur tampak terpasang)
4. Menyedikan
tempat tidur yang nyaman dan bersih
(Tempat
tidur tampak nyaman dan bersih)
|
S:
-Ibu klien
mengatakan anaknya masih gelisah
O:
-Klien tampak
berbaring di atas tempat tidur
-Klien tampak
gelisah
-Klien tampak
beralaih-alih posisi
-Skala
aktivitas klien 4 (Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan)
-Tingkat
kesadaran klien Apatis dengan GCS: 3,3,5
Keterangan:
3: Respon
membuka mata terhadap perintah
3: Kata-kata
yang tidak teratur
5: Respon
motorik melokalisasi nyeri
A: Masalah
resiko cidera belum teratasi
P:Interpensi
di lanjutkan
-Sediakan lingkungan yang aman untuk
klien
-Menghindari
lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
-Memasang
pagar tempat tidur
-Menyedikan
tempat tidur yang nyaman dan bersih
|
||||||||
9
|
Senin,
05
Mei 2014
|
|
III
|
1. Mengkaji
derajat/skala aktivitas klien
(Skala
aktivitas klien 4:
Sangat
tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan
2. .Mengkaji
skala otot
(skala
kekuatan otot
keterangan:
-Skala otot 3
( Gerakan normal menetang gravitasi)
3.
Mengevaluasi tingkat aktivitas yang
dapat di lakukan klien
(Aktivitas
klien tampak di bantu keluarganya)
|
S:
-Ibu klien
mengatakan segala aktivitas anaknya di bantu
O:
-Klien tampak
lemah dan berbaring di atas tempat tidur
-Tampak
aktivitas di bantu oleh keluarga
-Klien tampak
gelisah
-Skala
aktivitas 4 ( Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi
dalam perawatan)
-Skala
kekuatan otot:
keterangan:
-Skala otot 3
( Gerakan normal menetang gravitasi)
A:
Masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi
P:
Intervensi di lanjutkan
-Kaji kembali
derajat/skala aktivitas klien
-Kaji klien
dalam pemenuhan aktivitas
-Evaluasi
tingkat aktivitas yang dapat di lakukan klien
|
||||||||
10
|
Senin,
05
Mei 2014
|
|
IV
|
1. Kaji
adanya alergi makanan
(Klien
tidak ada alergi makanan)
2. Pantau
asupan dan haluaran klien
(Klien
hanya minum sedikit dan makan tidak ada)
3. Monitor
mual dan muntah
(Klien tidak
ada muntah
|
S:
-Keluarga
klien mengatakan klien hanya minum air putih dan susu sedikit tidak ada makan
O:
-Klien tampak
lemah
-Klien tidak
dapat makan
-Klien hanya
minum air putih dan sekali-kali minum susu
-tampak
terpasan infus D5 NS 30 tpm
A:
Masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi
P:
Intervensi di lanjutkan
-Kaji adanya
alergi makanan
-Pantau asupan
makanan klien
-Pantau
mual dan muntah
|
||||||||
11
|
Senin,
05
Mei 2014
|
|
VI
|
1.
Mengkaji tanda-tanda infeksi seperti:
rubor, kalor, dolor, tumor, dan fungsio laesa
(Tampak
pada luka tidak terjadi tanda-tanda infeksi)
2.
Mengobservasi keadaan luka
(Tampak luka
tertutup kasa)
3.
Memantau keadaan suhu
(Suhu tubuh
klien 36,5oC)
4.
KolAborasi pemberiaan antibiotik
(Klien di
berikan antibotik ceftriaxon 2x1 gr IV)
|
S:
-Keluarga
klien mengatakan tidak ada kemerahan pada bekas luka klien
-Keluarga
klien mengatakan luka klien bersih
O:
-Luka
klien tampak bersih
-Tidak
ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dulor, dan fungsio laesa)
-Luka
klien tampak kering
-Luka
klien tampak tertutup kasa
A:
Masalah Resiko infeksi tidak terjadi
P:
Intervensi di lanjutkan
1.Kaji
tanda-tanda infeksi (Rubor, Kalor, Dulor, Tumor, dan Fungsio laesa)
2.Observasi keadaan luka
3.Memantau
keadaan suhu
|
||||||||
12
|
Selasa,
06
Mei 2014
|
|
I
|
1. Mengukur
tanda-tanda vital ( TD: 60/40 mmHg, N: 15x/m, R: 6x/m, T: 25,0oC)
2. Mengobservasi
keadaan klien
(Kesadaran
klien menurun)
3. Memberikan
oksigen pada klien
(
oksigen 12 liter dengan sungkup)
4. Kolaborasi
dengan tim dokter
(memgetahui
kondisi klien)
|
S:
-Keluarga
klien mengatakan baru saja anaknya mengalami perubahan seperti ini
-Keluarga
klien mengatakan takut terjadi apa-apa dengan anaknya
O:
-Kesadaran
klien tampak menurun
-Kulit klien
mulai tampak pucat
-Klien tampak
sudah tidak bernafas lagi
-Di lakukan
pengkajian pupil, pupil sudah tidak ada respon lagi
A: Masalah
tidak teratasi
P: Intervesi
di hentikan (Klien meninggal)
|
BAB
4
KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
Asuhan
Keperawatan yang diberikan pada pasien Tn. F dengan diagnosa medis cidera
kepala sedang dilakukan pada tanggal 03 Mei 2014 di ruang Bedah Umum (Tulip I) Rumah Sakit Umum
Daerah Ulin Banjarmasin yang diawali dengan pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi, evaluasi dan pendokumentasian dilakukan pengkajian secara head to
toe. Mulai dari aspek biopsikososial dan spiritual didapatkan hasil pengkajian
yaitu tiga diagnosa keperawatan pada pasien seperti. Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma kepala, resiko cidera
berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran/gelisah, hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi/kognitif, nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menelan makanan,
defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, dan resiko Infeksi.
Perencanaan
dirumuskan mengacu kepada perencanaan teoritis dan berdasarkan masalah
keperawatan pada Tn. F
rencana
keperawatan disusun menurut prioritas masalah seperti yang tercantum pada
diagnosa keperawatan yang muncul.
Implementasi
dilakukan berdasarkan rencana yang telah disusun dalam intervensi keperawatan,
dilakukan evaluasi pada masing-masing diagnosa keperawatan untuk menilai
keberhasilan tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Masalah
keperawatan dapat diatasi sesuai dengan tujuan, mempertahankan atau
meningkatkan kesadaran klien, mempertahankan kekuatan otat dan ROM sendi
(pergerakan sendi sehingga tidak terjadi kekakuan sendi), mempertahankan
lingkungan yang aman dan nyaman selama di rumah sakit, mengkaji nutrisi,
mengkaji tingkat kebersihan, dan mengkaji tanda-tanda infeksi pada klien.
Hasil
evaluasi keperawatan yang didapat setelah melakukan implementasi adalah masalah
ketidakefektifan perfusi jaringan otak tidak teratasi selama 4 hari perawatan,
resiko cidera teratasi sebagian selama 2 hari perawatan, hambatan mobilitas
fisik tidak teratasi selama 4 hari perawatan, masalah nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh tidak teratasi selama 4 hari perawatan, defisit perawatan diri
teratasi selama 1 hari perawatan, resiko infeksi tidak terjadi selama 4 hari
perawatan.
Selama
melakukan intervensi dan implementasi asuhan keperawatan ditemukan faktor yang
mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. F yaitu pihak rumah sakit
memberikan kepercayaan kepada mahasiswa untuk melakukan tindakan, peran perawat
ruangan sebagai tim sehingga memudahkan dalam proses implementasi keperawatan.
Pasien dan keluarga kooperatif sehingga memudahkan dalam melaksanakan
implementasi keperawatan.
Adapun
di antaranya faktor yang menjadi kendala dalam melaksanakan asuhan keperawatan
yaitu kurangnya pengetahuan dan keterampilan dari mahasiswa yang terbatas
sehingga asuhan keperawatan yang diberikan kurang maksimal.
4.2
Saran
Bagi
pasien dan keluarga diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang
keperawatan pada pasien dengan penyakit cidera kepala dan dapat meningkatkan
jalinan hubungan yang kooperatif.
Bagi
perawat hendaknya lebih meningkatkan ilmu pengetahuan (knowledge) dan
keterampilan (skill) cara merawat pasien dengan diagnosa medis cidera kepala,
dan mengevaluasi dengan menggunakan standar asuhan keperawatan pada pasien
cidera kepala yang telah ada di rumah sakit, sehingga
dalam memberikan pelayanan tidak hanya mengatasi masalah biologis dan fisiknya
saja, tetapi mencakup aspek kehidupan manusia secara biopsikososial dan
spiritual yang komprehensif guna meningkatkan proses penyembuhan.
Bagi
institusi pendidikan agar meningkatkan bimbingan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan yang komprehensif khususnya pada pasien dengan cidera kepala serta
memperbanyak koleksi buku-buku di perpustakaan sehingga mempermudah mahasiswa
yang ingin mencari referensi untuk menyusun tugas akhir.
Bagi
mahasiswa agar selalu terus mengasah dan memperdalam ilmu yang telah di peroleh
sehingga dapat bermanfaat di masyarakat dalam pemberian asuhan keperawatan yang
komprehensif dan profesional.
DAFTAR
RUJUKAN
Fransisca B. Baticaca. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Gallo M. & Hudak M. Carolyn. 2002. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik
(Critical Care Nursing: A Holistic Approach). Edisi VI. Volume II Alih
Bahasa : Monica E. D Adiyantika dkk. Jakarta : EGC.
Mansjoer,
Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran.
Jilid 2. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Rosyidi, Harun, Cholik dan Nurhidayat
Saiful. 2009. Buku Ajar Perawatan Cedera
Kepala & Stroke untuk Mahasiswa D III Keperawatan. Yogyakarta : Ardana
Media.
Wilkinson, Judit M.. 2006. Nursing Diagnosis Handbook with NIC
Intervention and NOC Outcomes. Alih Bahasa: Widiyawati, Syahirul Alimi,
Elsy Dwihapsarai dan Intan Sari Nur Janah. Jakarta: EGC.
Nanda. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis.
http//www.hil4ry.wordprees.com
diakes pada 16 Juni 2014 pukul 22.00 wita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar